Minggu, 30 April 2017

Gadis Bernama Kantil

Malam semakin larut. Jaka mengencangkan laju kendaraannya. Menyesal, ia tadi pulang terlambat. Gara-gara si Bos minta pekerjaan selasai hari ini juga. Dan sialnya, karena kurang konsentrasi, justru pekerjaannya salah semua. Dan Bos, tidak mau tahu. Harus direvisi dan selesai sekarang juga. Karena besok pagi-pagi akan dibawa untuk presentasi di depan klien penting.

Pukul 11 malam, ia hampir sampai di desanya. Jarak tempat kerjanya ada di kota. Tapi hanya membutuhkan waktu setengah jam berkendara, jika jalanan sepi seperti ini.
Di depan, terlihat ada seorang gadis berjalan tergesa-gesa. Hatinya bimbang, selarut ini ada gadis berjalan sendiri ... hatinya menciut.
Jangan-jangan ... hiiiii.
Tiba-tiba ia merinding ketakutan.

Sebentar lagi ia akan melewatinya, lalu dilihatnya kaki gadis itu. Terlihat menapak dengan tanah. Bahkan terdengar langkah kakinya yang memakai sepatu pantofel berhak pendek.
Berarti ia manusia, alhamdulillah
Kasihan, harus berjalan malam-malam sendiri begini.

Saat melewatinya, ia sengaja memperlambat laju motornya. Siapa tahu gadis itu butuh bantuannya. Pemuda itu tidak berani menawarkan bantuan terlebih dahulu. Takut dikira lelaki iseng yang memanfaaatkan kesempatan.

Sekitar lima langkah kaki dewasa, baru terdengar suaranya memanggil.
"Mas! Mas! Tolong berhenti, dong!" Gadis itu memanggilnya.
Jaka segera menghentikan motornya dan menunggu ia mendekat.
"Ada apa, Mbak?" Ia basa basi bertanya, setelah gadis itu mendekat.
Dari dekat terlihat wajah gadis itu putus asa.
"Maaf,Mas. Mau tanya, njenengan mau pulang ke arah mana ya? Kalau tidak keberatan, saya mau merepotkan njenengan. Tolong antar saya ke Desa sebelah, ya. Tadi motor saya rusak, disuruh ninggal sama yang punya bengkel, Mas. Karena sudah larut. Itu saja, saya memaksa bapak yang punya bengkel untuk membukakan pintu rumahnya."
Bercerita ia hampir seperti tanpa bernapas dan berpikir terlebih dahulu. Cara bicaranya begitu cepat tetapi tepat dan lancar.
"Saya mau pulang ke Desa Krembangan sini aja, kok. Desa njenengan Surak, toh?" Jaka menjawab.
"Ya kalau mau, monggo saya antarkan."
Jaka mempersilakan gadis itu membonceng.
"Namaku Kantil. Anaknya Wak Tun yang punya warung lodeh itu, lho. Nama kamu siapa, Mas?"

Hmm ... agresif juga, anak ini. Belum ditanya, malah tanya duluan. Pikirku.

"Aku, Jaka. Baru saja pindah di Desa ini enam bulan yang lalu. Bapakku meninggal, lalu ibu terpaksa pulang ke desanya. Ada rumah kecil peninggalan nenek. Jadi aku belum terlalu tahu lingkungan sekitar desa. Namamu kok, Kantil? Bukan nama bunga yang lain, gitu. Hehehe." Jaka menggoda Kantil.
"Lha kalau namaku Mawar, nanti kami pikir aku penjual bakso borax, Mas."
Mereka lalu tertawa memecah kesunyian.

Lalu mengalirlah cerita di antara mereka.
Tanpa terasa telah sampai di rumah Kantil. Rumah semi permanen dengan halaman yang luas. Pohon-pohonan yang kurang terurus membuat rumahnya sedikit terlihat seram.
Ia mengucapkan terimakasih sebelum hilang dibalik pintu.

Jaka lalu pulang, gadis itu meninggalkan kesan yang mendalam di hatinya.

Esok, aku akan menghampirinya. Menawarkan bantuan untuk mengantarnya bekerja. Toh, motornya juga masih di bengkel.

Manusia berencana, Allah yang menentukan.
Keesokan harinya, Pemuda itu kembali ditelpon si Bos untuk datang pagi-pagi. Masih ada saja pekerjaannya yang dianggap kurang. Tergopoh-gopoh ia berangkat kerja. Bahkan sarapan pun ia tak sempat.

Seminggu berlalu. Jaka kembali bertemu Kantil. Tak sengaja berpapasan di depan makam kembar di Desa Krembangan. Waktu itu baru lewat waktu magrib. Kebetulan, ban motornya bocor terkena paku. Sehingga ia terlambat pulang. Beruntung, desanya sudah tidak jauh lagi.

"Hai, Kantil! Masih ingat aku? Aku Jaka! Kamu mau ke mana?"
Pemuda itu berhenti, menyapa Kantil yang berjalan kaki dan datang dari arah berlawanan.
Tapi gadis itu diam saja, dan menundukkan kepalanya.
Lalu saat dekat, bau bunga kenanga tercium samar seperti terbawa angin lalu.
"Mana paku aku, Massss ... " terdengar suara yang halus dan mengambang. Sayup-sayup seperti jauh sekali suara itu datang. Padahal mereka dekat sekali. Berpapasan, melewatinya. Gadis serupa Kantil tidak berhenti.
Jaka merinding, bulu kuduknya berdiri. Tak kuasa menyalakan motornya. Lalu di tempat. Sampai gadis itu menghilang entah ke mana.

#### Tamat ####

*mitos: jika kuntilanak dipaku ubun-ubunnya, maka ia akan menjadi manusia.

Sabtu, 29 April 2017

Lubang Di dalam Hati

Kubuka mata dan kulihat dunia
Tlah kuterima anugerah cintaNya

Tak pernah aku menyesali yang kupunya
Tapi kusadari ada lubang dalam hati

Kucari sesuatu yang mampu mengisi lubang ini
Kumenanti jawaban apa yang dikatakan oleh hati

Apakah itu kamu apakah itu dia
Selama ini kucari tanpa henti

Apakah itu cinta apakah itu cita
Yang mampu melengkapi lubang di dalam hati

Kumengira hanya dialah obatnya
Tapi kusadari bukan itu yang kucari

Ku teruskan perjalanan panjang yang begitu melelahkan
Dan kuyakin kau tak ingin aku berhenti

Apakah itu kamu apakah itu dia
Selama ini kucari tanpa henti

Apakah itu cinta apakah itu cita
Yang mampu melengkapi lubang di dalam hati

Apakah itu kamu apakah itu dia
Selama ini kucari tanpa henti
Apakah itu cinta apakah itu cita
Yang kan mengisi lubang di dalam hati

***********

Sudah setengah jam, aku menuntun motor bututku. Belum juga ada bengkel yang terlihat. Kuputuskan berhenti sejenak di pinggir jalan. Terik mentari membuat peluhku bercucuran.
Banyak pandangan mata yang iba saat melihatku mendorong motor tadi. Tapi sepertinya mereka juga tidak bisa memberikan solusi. Jika ada, hanya sekedar memberi info bengkel terdekat.

Tapi terdekat itu berapa kilo lagi? Keluhku.

Untung saja, aku baru pulang belanja dari mini market dan membeli minuman dingin. Sedianya untuk keponakan.
Tapi biarin deh, aku minum saja.

Glek ... glek ... glek.
Beberapa teguk minuman rasa jeruk, menghilangkan rasa dahagaku.
Kuputuskan istirahat lima menit lagi, sebelum mendorong kembali, motorku.

"Permisi, motornya mogok ya? Saya perhatikan dari sana tadi, kok didorong. Bisa, saya bantu?"
Seorang pemuda datang menghampiri. Ia datang dari arah warung makan seberang jalan.

Ya Allah ... gantengnya, batinku.
"Iya, Mas. Dari tadi nyari bengkel belum ketemu," jawabku.
Pemuda itu berperawakan sedang tapi memiliki mata yang indah. Mirip mata milik aktor India idolaku.

"Sudah dicek, bensinnya? Atau, businya mungkin?" Ia lalu menawarkan diri untuk melihat kondisi motorku. Tanpa takut kotor, ia mulai memeriksa kondisi motorku. Dan benar, ternyata busi motorku kotor. Segera ia membersihkan dengan kertas amplas dan memasangkan kembali.
Malunya ... padahal aku sering diingatkan bapak, untuk sering-sering servis motor. Karena itu motor butut. Tapi aku selalu saja lupa. Untung Allah mengirimkan penyelamat ganteng.

"Sudah selesai, Mbak. Coba mesinnya dinyalakan." Ia memerhatikan sambil membersihkan tangan dengan sapu tangannya. Motor pun kembali menyala.

Haduuuh ... sudah ganteng, baik pula hatinya, batinku, Mungkinkah dia yang selama ini kucari? Ya Allah, Dia kah jodoh yang selama ini kucari?
Aku GR sekali, hari ini.

"Makasih ya, Mas!" Aku mengulurkan sebotol air mineral dari kantong belanjaku. Ia menerima sambil tersenyum.

Duuuh ... manisnya. Rasanya aku naksir deh.

"Iya, sama-sama," katanya, lalu meneguk air mineral yang kusodorkan.
"Lain kali, sering servis motor ya!" Ujarnya, selesai menutup botol mineralnya. Lalu ia pamit, kembali ke tempat ia memarkirkan motornya.
Ku hanya bisa diam, melihat punggungnya. Sampai ia di seberang, sama sekali tidak menoleh lagi.

Ia bahkan tidak menanyakan namaku. Namaku Cinta, Mas! Ucapku berbisik.

Ya Allah, kenapa zonk lagi. Kupikir dialah pelengkap hati yang Kau kirim untukku.

Dengan kecewa, kantong belanja kunaikkan, lalu melajukan motorku. Pulang.
Kakak pasti sudah menunggu popok dan perlengkapan mandi anaknya. Nanti sore akan pulang, dijemput suaminya.

*******

Ali melangkahkan kakinya, menuju gadis yang terlihat menyedihkan. Mendorong motor diterik matahari. Ia menolong dengan ikhlas karena iba. Meski ingin juga mengajaknya berkenalan. Berharap dia adalah potongan hatinya. Gadis manis yang menarik. Walau ia tak tahu, apa yang membuatnya tertarik.
Tapi itu sebelum ia tahu, isi kantong belanjanya.
Penuh perlengkapan bayi dan popok. Sedikit kecewa, karena dugaannya salah. Ia sudah bukan gadis lagi, tapi mamud. Mama muda yang menarik.
Ali memupus rasa kecewanya.
Dasar bodoh. Ini bukan sinetron, Ali!
Dan ia pun tersenyum. Entah dengan cara bagaimana, Allah akan mempertemukan jodohnya.

#### Tamat ####

* Terinspirasi lagu: Lubang di dalam hati
   Oleh: Letto

Jumat, 28 April 2017

Salah Kostum


Kakak ipar yang baru saja datang dari Sidoarjo, mengeluh. Naik kereta yang lumayan penuh penumpang, membuatnya penat. Apalagi ada pasangan muda yang membawa anak bayi, keduanya berdandan modis ala anak jaman sekarang. Si Ayah dengan gaya rambut artis korea, bajunya memakai kaos oblong, dan celana pensil. Sedangkan si Ibu tidak mau kalah, memakai kaos oblong ketat dan pendek, sedang celananya rendah dibawah puser. Entah apa namanya, karena aku kudet masalah mode. Kerenlah, pokoknya.

Awalnya semua baik-baik saja, sampai tibalah si bayi menagih haknya. Ia menangis tak henti-henti. Si Ayah dengan wajah culun terlihat bingung begitu pun dengan Ibunya. Digendong, diayun-ayun, diajak berdiri, lalu duduk lagi. Bergantian dengan Ayahnya, begitu terus. Tapi tidak berhasil menenangkan.

Akhirnya, kakak yang mulai gemas, karena sepertinya si bayi minta nenen, mulai bertanya kepada si Ibu muda, "Anaknya ngantuk mungkin, Mbak. Dikasih susu aja. Bawa botol minumnya, kan?" Asal tebak, kakak menyarankan. Karena melihat dari baju yang dikenakan, tidak memungkinkan memberi ASI.
Ibunya meringis. Dan terlihat salah tingkah. Ternyata, si Ibu salah kostum. Maunya terlihat modis, tapi lupa kalau anaknya masih ASI.

Akhirnya, dengan tidak sabar dan naluri keibuannya yang muncul. Kakakku memberi saran, sang suami menutupi tubuh istrinya yang mau tidak mau harus mengangkat kaosnya. Agar si bayi bisa mendapatkan haknya. Dan suasana pun tenang kembali. Byuh! Untung hanya pakai kaos mini. Sulit membayangkan, kalau yang dia pakai baju model long dress. Bisa horor satu gerbong, kan!

Aku lalu teringat pengalamanku sendiri.
Saat itu, anak bungsu masih berumur 1,5 tahun.
Karena malas cari gamis yang busui friendly, aku pakai gamis yang resletingnya di bagian belakang. Sekenanya saja aku ambil dari lemari. Aku pikir, " Ah, cuma diajak pergi menjemput sekolah saja, kok. Paling lama, setengah jam juga sampai rumah."

Ternyata dugaanku salah. Kakaknya minta dibelikan seragam baru, lalu kelaparan dan minta cari makan diluar, sekalian. Tidak sabar jika harus pulang dulu. Sedangkan, siang adalah jam rewel si bungsu. Karena sudah waktunya tidur siang.
Maka ... drama pun dimulai. Tangisannya yang cetar, lama kelamaan membuat bapaknya yang sedang menyetir, senewen. Sedang aku tak berdaya, salah kostum. Akses menuju ASI tertutup rapat. Tak ada celah.
Mikir keras dan GPL ( gak pake lama). Iyalah, muka bete suami dah serem banget. Hehehe
Kakak Alif aku suruh pindah ke kursi depan, bertukar  tempat denganku. Lalu di kursi tengah, aku membuat terobosan jalan agar ASI bisa sampai pada bayiku. Tidak perlu dijelaskan detailnya, ya. Intinya, ribet banget deh! Dan ... dunia pun kembali tenang.
Apa yang saya lakukan, sangat tidak disarankan dilakukan di tempat umum. Horor, saudara-saudara!

Jadi pelajaran buat ibu-ibu yang masih memberi ASI, bayi kalian tidak akan peduli. Secantik dan semodis apa ibu mereka, terutama saat mengantuk dan lapar. Yang ada di pikiran mereka cuma nenen. Maka pastikan sebelum pergi, baju kalian memiliki kemudahan menuju makanan mereka yaitu ASI.

#### TAMAT ####

Kamis, 27 April 2017

Dikeroyok Gank Pocong


Peristiwa ini terjadi tiga belas tahun yang lalu. Saat aku masih pengantin baru.( eh cie cieee ... Gak boleh sirik ye. Hihihi)
Kami berdua dalam perjalanan dari Jombang ke Ngawi. Tempat tinggal kakak iparku. Tapi aku lupa untuk keperluan apa kami ke sana. Yang kuingat, kami berdua berangkat sore dengan berboncengan motor. Lepas magrib, kami sudah memasuki alas (hutan) saradan.

Melewati jalan raya yang membelah hutan, membuatku agak takut. Bukan apa-apa, aku takut ada rampok jika jalanan sepi pas di tengah hutan. Atau, jika tiba-tiba mogok di tengah jalan, terus ada hantu lewat. Hiiiii ... ngeri.
Aku mengencangkan peganganku di pinggang suamiku.

Ia tertawa, " Takut ya? Ga usah takut, gak ada yang perlu ditakutkan di hutan ini, gak ada serem-seremnya."

Mungkin dia menenangkan aku agar tidak lagi takut. Tapi kalau melihat hutannya sih, memang tidak terlalu gelap. Tapi rasa was-was itu masih menggelayuti hatiku.
Aku tak berhenti berdoa memohon keselamatan. Setiap ada kelip lampu motor atau mobil lain, aku bersemangat. Menyuruhnya melajukan motor agak kencang, supaya ada temannya. Tidak terlihat sendirian

Sampai di rumah kakak, sudah malam.
Kami dipersilakan mandi dan makan malam. Setelah itu, aku masuk kamar. Mataku sudah tidak bisa kompromi. Mungkin lelah karena selama perjalanan aku tegang. Suamiku tiduran di sofa, berpunggungan dengan kakak iparku dan suaminya yang sedang asyik menonton tivi.

Keesokan harinya, suamiku bercerita. Dia bermimpi dikeroyok pocong. Tiga pocong dengan muka menyeramkan mendatanginya. Ia berteriak-teriak dan menyebut asma Allah. Tapi sulit sekali, mulutnya seperti tersumbat sesuatu.
Kakak dan suaminya mendengar erangan suamiku, langsung berinisiatif membangunkannya. Mereka heran, baru saja tidur kok mengigau.
Dan yang lebih aneh, ayam-ayam peliharaan mereka terdengar panik dan berisik. Berkotek-kotek dan mengibas- kibaskan sayapnya. Seperti ada sesuatu yang mengganggu.
Suamiku lalu bangun, kemudian minum air putih untuk menenangkan diri, lalu melanjutkan tidur lagi di tempat yang sama. Ia tidak berani bercerita saat itu juga. Dan tidak ingin membangunkanku yang terlelap di kamar.
Baru saja ia tertidur, ia mengalami mimpi seram yang sama. Ketiga pocong itu masih menunggunya, bersiap untuk mengeroyoknya kembali. Sialnya, itu terjadi karena ia lupa berdoa.
Kembali kakak membangunkannya.
Setelah berdoa, barulah dia bisa tidur nyenyak.

Lalu kami berdua diam, mencoba mengingat penyebab mimpi yang ganjil itu. Dan kemungkinan besar, karena suamiku telah meremehkan hutan saradan yang kami lewati kemarin malam. Dan kebetulan, ada gank pocong yang mendengar. Lalu mereka tidak terima dan memberikan pelajaran kepada suamiku.

#### Tamat ####

Rabu, 26 April 2017

Rencana Penyerangan


"Bagaimana, apa rencana untuk nanti malam sudah Kamu siapkan?"

"Kamu yakin, mau memakai rencana dariku lagi? Bukankah kemarin saat gagal, Kamu menyalahkanku terus menerus!"

Kedua kakak beradik itu terlihat tidak seperti sedang berbicara berdua, karena meski duduk bersebelahan tapi matanya menatap lurus ke depan. Cara berbicaranya pun aneh. Seminim mungkin membuka mulut dan berbisik-bisik. Sepertinya ada dinding yang bertelinga. Atau cctv dipasang di mana-mana.

"Iya ... iya. Maafkan aku, sudah memarahimu karena kegagalan rencana kemarin. Semoga rencana kita sekarang berhasil, oke!"

"Baiklah kalau begitu. Begini rencananya, usai jamuan makan malam kita mulai bergerak. Agar tidak menimbulkan kecurigaan, kakak pamitlah terlebih dahulu. Lalu diam-diam masuk ke lokasi. Siapkan bantal. Kali ini kita menggunakan bantal saja untuk meredam suara pistol."

"Boleh juga idemu. Kita tidak akan ketahuan kalau saat menembak diredam memakai bantal. Lalu, apa tugasmu selama aku tidak ada."

"Aku akan mengalihkan perhatiannya sejenak. Jika ia lengah, secepatnya aku bergabung denganmu."  

"Baiklah, tapi jangan lama-lama. Nanti rencana kita gagal lagi."

"Tenang! Aku bisa mengatasinya."

Jam menunjukkan pukul 19.00 WIB.
"Kak! Dek! Sini, mari makan!" Ibu memanggil kedua anak lelakinya untuk makan malam bersama. Ayah keluar kota, jadi hanya ada mereka bertiga di meja makan.

Usai makan malam, seperti rencana semula. Kakak pamit ke kamar, sedangkan adiknya mengalihkan perhatian ibu dengan mengajaknya ngobrol tentang sekolahnya. Beberapa saat kemudian, saat ibu mulai mencuci piring-piring kotor. Ia mengikuti kakaknya ke kamar di lantai atas.

Pertempuran seru akan segera dimainkan. Pistol-pistol, bantal-bantal yang disusun sedemikian rupa serta boneka prajurit yang dijadikan musuh sudah berjajar rapi. Mereka siap untuk menyerang.
Berdua tertawa cekikikan, merasa rencana kali ini tidak mungkin gagal.
Karena yakin, saat melakukan penyerangan, suara pistol-pistol itu akan teredam bantal yang akan digunakan.
Tapi mereka lupa, kaki-kaki yang berlarian di lantai atas. Akan terdengar berdebum di lantai bawah. Ibu pasti tahu, jika saat itu mereka sedang asik bermain. Bukan sedang belajar.

Baru lima belas menit berlalu, ibu datang melongok dari pintu.
"Bukankah seharusnya, kalian belajar? Kalian lupa, pesan Ayah? Tidak ada oleh-oleh untuk yang malas belajar!"

Kakak beradik itu pun berhenti dan dengan langkah gontai mengambil buku pelajaran untuk di baca. Kamar yang seperti kapal pecah harus dirapikan seusai belajar. Tidak mendapat oleh-oleh mainan baru adalah hal yang tidak menyenangkan.

Setelah ibu berlalu, mereka berdiskusi.
"Tuh, kan. Gagal lagi. Apa yang salah dengan rencana kita kali ini, ya?" Mereka berdua berpikir keras, mencari penyebab kegagalan rencana hari ini.

#### Tamat ####

Selasa, 25 April 2017

Tentang Cinta (3)


Di kamarnya, Selly menatap foto bunga "Forget Me Not". Bunga yang pernah dikirim seseorang dari masa lalu. Diabadikannya sebelum kering dan layu.

Sebuah nama yang sudah ia lupakan sejak lama. Tidak pernah disangka akan datang kembali membawa cerita lama.
Saat itu, ia masih terlalu kecil untuk mengetahui apa itu cinta.
Membelanya saat itu hanya spontan ia lakukan,  demi keadilan saja. Tak disangka, ternyata setelah peristiwa itu Boy memiliki perasaan padanya. Dan sampai sekarang masih disimpannya.

Selly mendesah ... dibaringkan tubuhnya di tempat tidur. Tidur telentang menatap langit-langit kamar. Masih tergambar jelas peristiwa setahun yang lalu. Sepulang dari sholat dhuhur di masjid kampus. Seorang pemuda yang ia kenal sebagai kurir bunga mencegatnya. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Totok.
Pemuda itu meminta nomer hpnya. Dan sejak itu ia mulai akrab dengannya. Apalagi kampus mereka sama, hanya berbeda jurusan saja. Meskipun tidak pernah jalan atau makan berdua, Selly dapat melihat tanda-tanda adanya rasa yang tak biasa pada pemuda itu.
Apalagi secara intens, Totok menghubunginya lewat WA atau BBM.
Berdiskusi  apa saja, kecuali tentang agama. Selalu ada hal yang membuatnya berdebat sengit. Tidak pernah menemukan titik temu. Jika itu terjadi, mereka berdua diam. Masing-masing kukuh dengan pendapatnya. Lalu mengalihkan pembicaraan untuk mencairkan suasana.
Selain itu, Ia orang yang menyenangkan dan begitu perhatian.
Mungkin ada sedikit rasa kagum yang dirasakan Selly. Karena Totok juga seorang yang mudah berbaur dengan teman-temannya. Baru seminggu berkenalan, dia memberikan pengakuan.

"Selly, aku mau membicarakan sesuatu. Tapi tolong, aku mau hanya kita saja yang tahu."
Sebenarnya ia sudah menolaknya, tapi tatapan wajahnya yang menghiba membuatnya luluh.

Lalu ia memberikan pengakuan, jika sebenarnya ia adalah Boy. Yang telah lama mencarinya. Melakukan penyamaran bukan sengaja ia lakukan katanya. Saat bertemu di depan masjid, ia sudah akan memberitahukan jika ia kurir gadungan. Dialah Boy, teman lama yang memberikan bunga itu.
Tapi karena grogi, ia justru menyebutkan nama panggilannya. Nama panjang dia adalah Boy Hartanto. Waktu itu dia marah, karena telah salah menilai pemuda yang dikaguminya. Karena ia pikir, pemuda itu tangguh. Melakoni kerja sebagai kurir bunga dan mahasiswa. Ternyata semua bohong belaka.
Di lain sisi, Selly merasa bodoh, ia lupa nama panjang Boy dan nama panggilannya. Karena selain lama berlalu, ia tidak pernah menganggap penting untuk mengingatnya.

Mengingat kembali peristiwa lalu,  setelah identitas aslinya terkuak. Boy semakin berani merayu dan berusaha mendekatinya. Sampai suatu ketika, dia berani datang ke rumah waktu libur semester. Alasannya, dia kangen.
Membuat hati gadis itu tidak tenang. Ustazah menerangkan berulangkali tentang hubungan laki-laki.dan perempuan. Harus terpisah.
Setelah dia pulang pun, Ayah marah pada Selly. Beliau tidak suka dengan Boy. Tapi tidak jelas apa alasannya.
"Feeling seorang Ayah!" Hanya itu yang beliau katakan.
Sejak itu, Selly mulai menjaga jarak dengannya. Ada saja alasan untuk menghindari pertemuan dengannya.

Kemudian, di suatu hari minggu. Pulang dari kegiatan di Masjid kampus. Boy menghampiri dan meraih tangan Selly untuk menjauh dari kerumunan.
Ia meronta berusaha melepaskan tangan Boy. Tapi tangan pemuda itu sangat kuat. Tidak sia-sia latihan beladirinya selama ini.Tidak dipedulikannya tatapan berpasang-pasang mata yang menyaksikan kenekatannya. Hampir menangis gadis itu pasrah. Lalu, di bawah pohon yang rindang. Beberapa meter saja dari Masjid. Mereka berhenti. Boy ingin memastikan, perasaan gadis yang sudah membuatnya tergila-gila itu. Bahkan mungkin sudah benar-benar gila. Tidak ada toleransi waktu. Harus dijawab saat itu juga. Sedikit ketakutan, Selly menjawab. Di dalam hatinya tidak henti-henti diucapkannya doa. Agar ia dimudahkan dan tidak salah dalam berkata-kata.

"Maafkan aku Boy. Dulu aku terlalu kecil, tidak bermaksud sama sekali membuatmu jatuh cinta. Jika itu mengubahmu menjadi lebih baik, aku ikut senang. Tapi kamu juga harus menyadari. Aku bukan Selly yang dulu. Aku juga telah berubah," Sejenak ia berhenti dan menelan ludah," Aku sekarang telah menemukan cinta sejatiku. Yaitu cinta Allah padaku. Jika kau sungguh-sungguh mencintaiku. Hanya ada dua pilihan. Menghalalkan atau mengikhlaskan."

Boy terlihat gusar, ia mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Jangan berputar-putar. Cukup jawab saja, mau apa tidak kamu jadi pacarku. Itu saja." Suaranya ditekan sedemikian rupa, tapi masih terasa emosinya.

"Apa jawabanku masih tidak jelas bagimu? Aku tidak mau pacaran. Haram hukumnya. Lagi pula akan membuang waktuku saja. Aku tidak suka!" Selly menyusut air mata yang tak bisa dibendungnya lagi. Kini hatinya merasa kecewa. Ternyata orang yang jatuh cinta susah diajak bicara.

"Kalau hanya waktu yang kau pinta. Aku tidak akan banyak mengganggumu. Tapi tolong, jangan kau tolak cintaku." Kini ia berubah melunak.

Selly pergi meninggalkannya. Ia tidak ingin mendebat lagi.
Keesokan harinya, saat masuk kelas. Selly dikejutkan berita dari sahabatnya.  Bahwa Boy telah menjalin hubungan dengan Fay tadi malam. Gadis yang selama ini mengganggunya. Ia naksir berat sama si Boy.
Ada rasa sakit di hatinya. Tapi bukan patah hati. Hampir seperti rasa ditipu atau dibohongi. Ia pikir, cinta pemuda itu memang ditujukan padanya. Tapi buktinya, dalam sehari ia sudah menemukan pengganti.
"Dasar play boy!" Desisnya.

Di bawah, ia melihat pemuda itu. Seperti biasa mencegatnya. Selly melengos, ia sangat sebal.
"Selly, tunggu!"
Ia tidak menghiraukan. Tetap berjalan,  pulang.
"Kamu marah?" Boy mensejajari langkahnya.
"Kenapa aku harus marah? Urus saja pacar barumu."
"Hahaha ... Jadi benar, kamu marah dan cemburu karena aku sudah punya pacar, kan?" Ia tertawa menyebalkan.
Ingin rasanya, menampar mulut pemuda itu.
"Aku seperti ini, karena salahmu." Ia berkata dengan santainya.
"Seandainya kau cemburu, aku bisa memutuskan dia saat ini juga. Dan aku akan kembali padamu." Sambungnya sambil tersenyum.

Gilaaa! Ini laki-laki benar-benar sudah kepedean. Mana laki-laki kecil pendiam yang pernah aku kenal

"Kamu sudah gila, Boy. Aku tidak mau jadi pacarmu titik!" Darah gadis cantik itu serasa mendidih. Apalagi ia tahu siapa pacar Boy. Seorang yang selama ini mengganggunya. Karena cintanya yang besar pada Boy dan ego dia sebagai anak orang kaya dan modis di kampus. Tapi kalah dengan gadis kampung berhijab seperti Selly.
Tanpa merusak hubungan percintaannya saja, fitnah apa pun sudah dia lakukan, apa lagi merebut pacarnya. Dia pasti akan melakukan apa saja untuk membalas. Selain itu, ia tidak mungkin membiarkan pemuda itu mempermainkan perasaan perempuan dengan seenak hatinya. Meski ia tidak suka pada Fay, tapi sebagai sesama perempuan, ia tidak rela jika hati itu disakiti. Ia tahu, gadis kaya menyebalkan itu berbuat jahat karena cintanya yang buta.

Sebentar kemudian, WA dan BBMnya penuh dengan kata maaf dari Boy.
Dengan emosi, ia blokir saja semua. Tapi seperti teror, pemuda itu mengganti nomer dan mencoba menghubunginya lagi. Ia lelah. Akhirnya membiarkan semua berjalan seperti biasa. Hanya hatinya sudah berubah. Tidak ada lagi kekaguman hanya rasa muak dan bosan menghadapinya.

Ternyata cinta bisa mengubah seseorang menjadi menyenangkan atau menyebalkan. Kegilaan Boy, berawal dari rasa cintanya pada Selly. Mengubah pribadinya menjadi lebih percaya diri dan digandrungi banyak perempuan. Fay, gadis kaya yang modis dengan segala tingkah gayanya. Menjadi lebih sadis dari serigala yang ingin mengamankan wilayahnya dari serigala lain.

Lamunannya terhenti. Diteguknya segelas air putih. Setelah itu, mengambil air wudhu, Selly memutuskan untuk sholat dua rakaat. Menyerahkan semua urusan kepadaNya.
Karena urusan jodoh hanya Dia yang Maha Tahu. Yang terbaik menurut manusia, belum tentu baik menurut Allah. Begitu pun sebaliknya. Yang menurut manusia buruk, bisa jadi itulah yang terbaik menurut Allah.

Waktu cepat sekali berlalu, masa kuliah kurang satu semester lagi jika skripsinya selesai. Tadi pagi, ustazah memanggilnya. Menyampaikan satu berita. Ustaz yang selama ini menyampaikan tausiyah rutin mingguan. Meminta dijembatani niatnya. Ingin mengkhitbah Selly jika ia berkenan. Secepatnya, akan datang meminta kepada kedua orangtuanya. Dada Selly berdesir dan terasa geli tak tahu apa artinya. Tapi sangat hangat dan menyenangkan. Ustaz muda yang selama ini menjadi idola banyak temannya.

Usai sholat ia beranjak tidur, sepertinya ia tahu jawaban apa yang akan ia katakan pada ustazahnya besok pagi. Ia tertidur dengan senyum manis tersungging di bibirnya.

####

Sementara itu, Boy yang masih mencuri-curi kesempatan untuk mendekati Selly. Dipantau ketat oleh Fay. Ia tahu, Boy tidak menyerah begitu saja pada Selly. Meski ia sudah berusaha memberikan segalanya pada pemuda itu.
"Boy, ayolah kita menikah saja." Ucap Fay manja. Tangannya ia lingkarkan pada pinggang pemuda itu.
Sudah ribuan kali, Boy berusaha menenangkan desir-desir halus di dadanya. Setiap kali Fay berusaha menggodanya. Bagaimana pun, ia lelaki normal. Berkali-kali tangannya menepis tangan halus Fay. Agar tidak terlalu menempel padanya.
Bukan tidak suka, hanya takut khilaf. Karena setiap naluri kelaki-lakiannya bangkit, sekelebat wajah Selly masih menghantui. Menatapnya sambil mendelik. Seketika itu, ia melepaskan rangkulan Fay.
" Entahlah, Fay. Kita kan masih kuliah. Aku juga butuh kerja." Boy berdalih.
" Ah, kau ini selalu saja seperti itu. Kan sudah kubilang, Papa pasti akan memberimu pekerjaan di perusahaannya. Jangan alasan, deh!"
Ia mulai ngambek lalu mengancam.
" Aku gak mau tahu, ya. Kamu harus lamar aku. Atau aku akan bunuh diri dan bilang kepada semua orang lewat suratku. Kematianku adalah salahmu!"
Boy bergidik ngeri. Berbicara tentang cinta, ia bisa membuat orang jadi gila. Kini ia tahu, bagaimana rasanya dikejar cinta gila.

#### Tamat ####

Senin, 24 April 2017

Tentang Cinta (2)

Bukan tanpa sebab, jika Boy berubah. Sejak kepergian Selly, ia kembali menjadi bulan-bulanan temannya. Dianggap pengecut dan lemah karena dilindungi seorang gadis. Sebenarnya Boy keberatan, saat Selly pindah tempat duduk di sampingnya. Tapi ia tidak berani melukai hatinya. Karena sudah berniat baik membantunya.

Entah apa yang membuatnya berani.Tapi, keinginannya setelah kepergian Selly sangatlah kuat. Ia ingin belajar menggunakan kekuatannya sendiri untuk melawan Ranto and The Gank.
Juga suatu saat nanti, jika bertemu lagi dengan gadis pujaannya, dialah yang ganti akan menjaganya.
Sejak saat itu, Boy berusaha mati-matian melawan rasa takut pada lingkungan baru dan semua tantangan yang ada di depannya.
Ia mulai mengikuti kelas beladiri dan berbagai les pelajaran sekolah. Prestasinya meningkat pesat. Kepercayaan dirinya mulai terbangun dengan baik.

Seiring dengan berlalunya waktu.
Boy remaja mulai mengikuti kompetisi-kompetisi beladiri. Beberapakali menang walau sesekali kalah. Membuatnya semakin percaya diri dalam pergaulan. Boy tidak lagi pendiam dan tertutup. Meski tidak terlalu berlebihan juga dalam bergaul.

Banyak teman perempuan yang suka padanya. Tapi ia tidak menghiraukan.
Di hatinya hanya ada satu nama. Yang kelak akan ia temukan. Usahanya dia mulai sejak awal masuk sekolah menengah. Menyusuri alamat Selly yang lama dan bertanya pada beberapa teman dekat Selly. Tapi semua tidak membuahkan hasil.
Hingga saat ia masuk kuliah dan telah masuk semester ke tiga. Seraut wajah dan sebentuk nama telah terpahat rapi di hati dan ingatan, Selly.

Dunia serasa penuh bunga dan harapan baru. Hingga dia menggunakan cara, mengingatkan gadis itu akan namanya. Dengan harapan, saat bertemu nanti dia tidak terlalu banyak mengingatkan masa lalunya.

Dengan tergesa, Boy setengah berlari menaiki tangga kampus.
Ups!
Hampir saja dia menabrak, seorang gadis berhijab pink. Serta merta ia meminta maaf.

"Maaf ... maaf, saya tak sengaja." Tapi saat matanya melihat wajahnya.
Hampir saja ia sebut nama itu.
Gadis itu lalu tersenyum, dan senyum itulah yang dulu membuatnya yakin. Dia adalah Selly-nya.
Saat ini, tanpa diduga ia ada di depannya lagi.

"Hai! Bukankah kita pernah bertemu?"
Mata Selly membulat.

Oooh ... tidak. Mata itu, senyum itu, membuat badanku tiba-tiba membeku.

"Kamu kurir bunga kemarin, kan?" Sambungnya lagi.

Boy hanya bisa mengangguk dan tersenyum.
"Maaf, saya buru-buru." Katanya sambil menelan ludah. Mencoba melawan rasa grogi yang teramat sangat.
Hanya kata itu yang bisa dia ucapkan, dan pasti akan menjadi penyesalan baginya nanti.

Ia lalu berlari menuju ruang kelasnya. Hampir terlambat. Sedikit saja terlambat, ia tidak akan bisa mengikuti kuliah. Dosennya tidak mentolerir mahasiswanya yang terlambat.
Kecuali jika mahasiswanya cantik, sexy, dan gemulai. Terlambat pun masih ada kata maaf. Salah satu contoh ketidak adilan yang ada.
Masih dengan napas yang tersengal-sengal, ia mencari bangku kosong.

"Ooooh ... sial! Kenapa aku tadi tidak meminta nomer hp-nya. Kan kesempatan, tuh!" Ia menggerutu, menyesali diri.
"Nanti aku harus mendapatkannya. Toh, aku punya jadwal kuliahnya" batinnya dan tanpa sadar ia tersenyum.

"Woi! Kamu sudah gila ya? Senyum-senyum sendiri." Roni berbisik sambil menempelkan punggung tangannya ke dahi Boy. Kebetulan ia duduk di sebelahnya.
"Iya. Aku gila karena cinta." Balasnya sambil berbisik juga.
Lalu mereka berdua pun tertawa cekikikan. Takut terdengar dosen yang sudah memulai mata kuliah.
Jatuh cinta yang ia alami sekarang, ternyata lebih indah dari rasa yang dulu dirasakannya sewaktu masih kecil. Entah mengapa, ia tidak bisa ke lain hati.
Tak sabar rasanya menunggu kuliah usai. Berkali-kali diliriknya jam yang melingkar di tangan kirinya. Dua jam serasa dua hari.

Akhirnya, kuliah pun usai. Boy segera berlari keluar. Mencari pujaan hatinya.
Ia hafal, jam satu nanti Selly ada kelas.
Tapi sekarang masih jam dua belas. "Dimana dia? Mungkin ada di kantin. Ini kan jam makan siang."
Beberapa pedagang berjejer-jejer di kantin yang berada di belakang kampusnya. Satu per satu dia datangi. Tapi tak dia temukan.
Akhirnya, ia memutuskan mencarinya besok saja. Sambil menyusun rencana untuk mendekatinya. Kalau dipikir-pikir, terlalu mencolok jika ia berada di depan kelas menunggunya. Dengan langkah gontai, ia pulang.

Di depan masjid kampus. Matanya melihat gadis berhijab pink. Tiba-tiba saja, dadanya berdegup kencang. Seluruh badannya tiba-tiba kembali dijalari rasa dingin. Ragu, apakah mendatanginya dan meneruskan rencana untuk meminta nomer hp atau menunggunya berlalu.
"Ya Allah, tolonglah hambamu ini."

##### Bersambung #####

Minggu, 23 April 2017

Tentang Cinta


Bunga "Forget Me Not" menghiasi vas bunga di atas meja belajarnya. Bunga kecil-kecil berwarna biru dengan sedikit semburat kuning di tengahnya.
Bunga ini baru saja datang, dikirim oleh seorang kurir pagi tadi. Selly memandang keindahannya dengan hati bingung. Dia mengetahui nama bunga itu dari kurir yang mengantar. Nama bunga yang sangat unik. Tergerak hatinya untuk browsing di internet tentang bunga ini.

"Hmm ... sangat menarik info tentang bunga cantik ini."
"B.o.y ...." Diejanya sebuah nama yang tertera di kartu, "Pengirim bunga secantik ini." Ia bergumam.
Otaknya berputar mencoba mengingat-ingat nama itu.

"Mungkinkah?"

Gadis itu akhirnya teringat seorang anak laki-laki. Anak pendiam yang pernah ditolongnya sewaktu duduk di bangku SD.

######

Seorang pemuda kurus berjaket kulit warna coklat berjalan tergesa-gesa. Wajahnya terlihat lega meski ada gurat ketegangan di sana. Ini adalah pertama kalinya ia menemui kembali cinta pertamanya. Bukan hal yang mudah mencarinya setelah bertahun-tahun terpisah. Tak pernah disangkanya, gadis kecil yang pernah menolongnya itu dipertemukan kembali di kampus yang sama. Dia tidak mengenalnya, terlihat dari raut wajahnya yang tanpa ekspresi.
Peran kurir bunga dilaluinya dengan mudah.

Jauh dari masa itu. Saat ia masih duduk di bangku SD. Sebagai anak baru di kelas 4, ia termasuk seorang anak yang pendiam. Maka sering gangguan dari teman-teman satu kelas, ditujukan padanya.
Apalagi, awal masuk kelas hanya ada satu bangku kosong dan letaknya pun di belakang. Tempat anak-anak paling badung berkumpul.

Saat jam istirahat dibukanya bekal yang dibawakan ibu. Bukan bekal yang mewah tapi cukup istimewa, karena dibuat dengan cinta. Tak ayal lagi, ledekan dari gerombolan badung itu selalu diterimanya. Hingga suatu hari kesabarannya habis.

"Hentikaaannn!" Teriaknya kencang.

Sesaat mereka berhenti, terheran-heran melihat reaksinya. Tapi sejurus kemudian, Ratno. Anak paling besar badannya, merangsek maju. Mencengkeram krah bajunya.

"Lalu, kamu mau apa, hah!" Sambil mengepalkan satu tangan yang lain, bersiap meninju.

Keringat dingin mengucur dari dahinya, ia tidak menyangka akan berteriak seperti itu. Napasnya agak sesak karena cengkeraman Ratno begitu kuat. Tak kuasa baginya mengucap sepatah kata pun.
Tiba-tiba ... Sepasang tangan mungil memegang tangan Ratno yang mengepal. Seketika anak laki-laki itu menoleh pada si empunya tangan.
Gadis kecil yang cantik, rambutnya dikuncir ekor kuda. Terlihat mempesona saat mendelik kepada Ratno.
Dan ia menyuruh melepaskan tangannya dari krah baju si anak baru.
Lalu anak badung itu melepaskan cengkeramannya dan menurunkan kepalan tangannya.
Ia bukan tak berani, tapi rasa suka pada gadis itu membuatnya menurut.
Kalau melihat kecantikannya, tentu banyak anak yang naksir padanya.
Boy, anak yang baru saja lolos dari bogem mentah Ratno pun merasakan hal yang sama.
Bukan karena aksi heroik yang baru dilakukannya. Tapi dari awal melihatnya, ia sudah merasa suka. Cinta monyet yang datang terlalu awal.

Satu semester belum berlalu. Selly, nama gadis itu. Pindah sekolah di luar Jawa, mengikuti Ayahnya yang berpindah tugas. Diam-diam Boy merasakan kesedihan yang dalam. Dan ia bertekat, akan mencarinya sampai kapan jua.

Tanpa disangka-sangka, ia berjumpa di kampus yang sama. Wajah Selly tidak banyak berubah, hanya semakin terlihat cantik. Untuk memastikan bahwa dia adalah Selly yang sama, ia sampai rela mendekati si mbak TU yang terkenal jutek. Kini Boy bukanlah Boy yang dulu pendiam.
Waktu telah mengubahnya, selain pintar, pandai bergaul, dia juga jago bela diri. Mungkin itulah yang membuat kepercayaan dirinya tumbuh. Semua perubahan itu termotivasi dari rasa yang selama ini masih tersimpan rapi di dalam hatinya.

##### Bersambung#####

Sabtu, 22 April 2017

Ketika Banjir Mulai Surut

Hujan deras seharian membuat kampung kami dikepung banjir.
Kolam ikan gurame Pak Haji Dullah pun jebol. Tidak kuat menampung debit air.

Keesokan harinya, banjir perlahan mulai surut.
Dari setinggi paha hingga setinggi mata kaki.
Nenek Ijah yang sebatang kara.
Bersujud di teras rumahnya.
Di sebelah tiga ikan gurame yang terbawa banjir semalam.

#Flash Fiction

Jumat, 21 April 2017

Bersembunyi

Setelah sholat magrib, kami dikumpulkan di tengah lapangan basket sekolah. Letak lapangan basket itu sendiri bersebelahan dengan lapangan volly di tengah-tengah gedung sekolah. Sekolah menengah ini hanya  memiliki empat ekstra kurikuler saja. Salah satunya adalah teater.
Dan hari ini ada acara pelatihan yang merupakan salah satu jadwal rutin tiap tahun.

Setelah berkumpul, kami disuruh membawa bekal makanan yang menunya sudah ditentukan panitia. Nasi putih dengan lauk tahu tempe yang dibungkus memakai kertas minyak.

Kehebohan terjadi karena bekal tersebut harus kami makan sampai habis. Aku beruntung, karena ibu membungkuskan sedikit nasi dan tahu tempe yang telah dibumbu merah. Sedang teman-teman yang lain, ada yang dibawakan begitu banyak nasi dan lauk tahu tempe yang hanya digoreng. Kami tertawa, menertawakan teman kami tersebut. Karena ia yang terakhir menghabiskan makanannya kita bisa dengan menceritakan hal-hal yang menjijikkan. Terbayang betapa mualnya dia, sehingga tanpa sepengetahuan panitia dibuangnya makanan yang masih tersisa.
Jika orangtua kami atau panitia tahu, pasti kami tidak akan lolos dari hukuman. Karena telah membuang-buang makanan.

Setelah itu kami memasuki acara inti. Beberapa latihan di mulai. Dari latihan pernapasan, akting, gerak, dan dialog kami lewati. Di tengah-tengah acara, aku melihat sosoknya.
"Dia datang, senior playboy kelas teri" aku mengomel dalam hati.
Suasana hatiku berubah menjadi tidak nyaman.
Sengaja aku menghindari setiap dia akan mendekat.
Meskipun beberapa kali telah meminta maaf, aku tidak mau memaafkannya.

Teringat aku, akan kejadian beberapa minggu lalu.
Saat tiba-tiba dia berterus-terang mengatakan tidak ada perasaan apa-apa padaku. Setelah semua perhatiannya membiusku.
Aku merasa begitu picik telah mempercayai semua kata-kata manis darinya dan sekaligus muak seketika itu. Aku tidak akan menyukainya jika dia tidak memulainya. Sakit hatiku tiada terkira. Dan aku menelannya sendiri. Aku begitu malu jika ada yang tahu kebodohanku.

Saat melihatnya lagi sekarang. Tiba-tiba rasa sebal itu muncul kembali. Aku ingin pergi sekarang juga. Tapi malam semakin larut, tidak mungkin untuk nekat pulang.
Hanya satu keinginanku, agar acara cepat usai dan aku bisa tidur. Secepatnya esok datang dan aku akan berlari pulang.
Entah pemikiran macam apa yang merasukiku, aku akhirnya pergi ke kamar mandi sekolah. Bersembunyi. Aku malas melihatnya.
Masuk kamar mandi sekolah malam-malam dan duduk di atas bak mandinya, jika bukan karena rasa benciku pasti aku enggan melakukannya.
Diam saja di sana, tanpa melakukan apa-apa. Menunggu acara demi acara selesai.
Sampai rasa kantukku datang menyerang, kuputuskan untuk keluar. Yang terjadi biarlah terjadi. Tapi kurasa, telah lama aku bersembunyi. Mungkin sekarang acara telah selesai.

Kulihat lapangan telah sepi, dan beberapa ruang kelas yang diperuntukkan tempat beristirahat peserta, ramai oleh suara teman-teman.

Brak!

Kubuka pintu kelas agak keras. Hatiku masih kurang nyaman. Kulampiaskan dengan menghempas pintu. Teman-teman yang semula ramai, berhenti sejenak melihat kedatanganku yang cemberut. Lalu ramai kembali menyambutku.

"Kamu dari mana?" Tanya Aida dengan muka panik. Begitu juga teman-teman yang lain. Mereka segera mengerumuniku.
"Kami mencarimu ke mana-mana. Saat sadar kamu menghilang, kegiatan dihentikan. Apa kamu tadi tidak melewati kakak-kakak panitia? Mereka sekarang, pasti masih mencarimu." Berganti-ganti mereka berbicara. Bertanya bagaimana aku tiba-tiba saja menghilang. Kemana dan kenapa.

Aku bingung, diam tak tahu harus berbicara apa. Tadi lapangan terlihat sepi. Sama sekali tak ada orang. Lalu apa yang terjadi? Aku sungguh tak tahu.

#### Tamat####

Rabu, 19 April 2017

Membakar Rindu

Tepat sepuluh tahun yang lalu, kau meninggalkanku. Mencampakkan lebih tepatnya. Semua bermula dari pertemuanmu dengan mantan pacarmu.
Semua hal yang kita rencanakan, kau lupakan begitu saja. Apalagi janji manismu untuk menghadap orangtuaku setelah kita lulus.
Kau memberi harapan terlalu tinggi.
Ingin mengikatku dengan pertunangan, menikahiku saat kau selesai kuliah dan bekerja.
Sekarang baru aku sadar. Jika aku bodoh.

Jalan yang sama kulalui saat aku datang kembali di Kota ini. Gedung sekolah SMA tempat kita bertemu tidak berubah banyak. Setiap tahun, aku harus melewatinya. Tempat yang kubenci sekaligus kurindui
Di sini, kau pertama kali membuatku tahu arti cinta sekaligus patah hati. Ternyata perihnya tak pernah bisa hilang bersama bergulirnya waktu.

Setiap melihat gedung ini, perih itu semakin meraja. Rinduku padamu menyiksa sekali. Cintaku kau khianati tanpa ada alasan yang pasti. Tak kusadari, aku menangis sejadi-jadinya. Semakin rindu semakin benci ini menggila. Aku harus mengakhiri kegilaan ini.

Aku harus membakar rindu yang menyiksaku, bersama dengan semua kenangan tentangmu.
Yah...Aku harus!
Kubulatkan tekadku. Akan kubakar wahai rindu! Enyah kau selamanya!
Ha ... ha ... ha ....

####

"Dasar biadab! Gila! Tega kau melukai anak-anak!"
Hantaman benda-benda keras dilemparkan ke tubuhku, bogem mentah, juga beragam caci maki dilontarkan mulut-mulut penuh kebencian kepadaku.
Tiba-tiba banyak sekali orang menyerang.
Aku meronta kesakitan dan berteriak-teriak. Sungguh aku tidak tahu apa maksud mereka.
" Lepaskan akuuu! Aku tidak gila, aku tidak salah! Mengapa kalian memukulku!"

Aku hanya ingin membakar rindu. Kenapa aku dianggap gila, keji, dan biadab. Beberapa orang berpakaian putih-putih kini menangkapku, mengikatku dengan sebuah baju.

"Aku tidak gila! Lepaskan!!!"

Semakin meronta, semakin kuat cengkeraman mereka. Lalu sesuatu ditusukkan ditubuhku.
Sebelum semuanya gelap, aku mendengar suaramu, "Istighfar say, aku di sini menemanimu!"
Lalu semua terasa sunyi ....
Sepi ....
Damai ....

#####

"Adakah saksi mata yang melihat pelaku membakar gedung sekolah, ini?" Tanya seorang polisi di antara kerumunan massa.
Dan banyak lagi polisi di TKP mencoba mengumpulkan bukti-bukti.
Sementara mobil-mobil pemadam kebakaran dan ambulan berdatangan. Mencoba memadamkan api yang berkobar dari sebuah gedung sekolah menengah dan mengevakuasi korban-korban kebakaran.

====TAMAT====