Minggu, 07 Agustus 2016

Cinta Palsu

" Cinta tak dapat dipaksakan. Sulit bagiku melupakan Azam. Cobalah untuk sedikit mengerti." Shofa memalingkan pandangannya ke laut lepas. Angin pantai di sore itu menyapu wajahnya yang sayu.
Ferry hanya mematung memandang gadis itu dari arah samping. Hatinya gundah. Masalah keuangan di perusahaannya sudah semakin genting, hanya papa Shofa harapan satu-satunya.

Senja sudah tiba. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan lagi. Sudah berulangkali pemuda itu mencoba meyakinkan tentang ketulusan cintanya. Tapi berulangkali pula Shofa menolaknya.
Dengan memendam gelisah, ia pun mengantarkan gadis itu pulang. Tanpa sepatah kata pun. Hanya angin malam yang dingin menghantarkan kepergian mereka.

Sepulang dari rumah Shofa. Ferry merebahkan tubuhnya di ranjang mewah miliknya. Lelah otaknya memikirkan semua ini. Sulit sekali meraih hati gadis itu. Meski hasrat untuk memiliki harta orangtuanya besar, tapi tidak ia mungkiri jika ia telah jatuh hati padanya.

Iseng ia membuka-buka kontak di hp-nya. Sebaris nama menarik perhatiannya. Nur Azizah.
Keningnya mengernyit, mencoba mengingat sang pemilik nama. Selang beberapa menit kemudian, ia teringat. Ia seorang janda tua yang kaya. Pertemuan kali pertama adalah saat mereka sama-sama tertarik sebentuk akik bernilai wah di sebuah pameran akik bergengsi. Satu tahun yang lalu. Sudah cukup lama. Apalagi tidak ada kontak sama sekali setelah itu.
Meski awalnya terjadi persaingan sengit akan tetapi akhirnya mereka berdamai dan bertukar nomer hp.

" Kalau dipikir-pikir, janda ini tidak terlalu jelek. Hanya saja make upnya sangat tebal dan menor," Gumamnya pelan.
"Sepertinya mudah saja membohonginya ..."

Dengan ragu, ditekannya nomer itu. Mencoba peruntungan, tidak ada salahnya pikirnya.
" Hallo ... " terdengar suara yang terkesan dibuat-buat di seberang sana.
" Hallo ... " Ferry agak ragu untuk meneruskan. Tapi bayangan kerugian perusahaan memaksanya untuk meneruskan. Berharap rayuannya mautnya mendapat sambaran.

###

Di dalam sebuah kamar yang sangat luas dan mewah. Berdekorasi khas kamar pengantin.Kain satin warna pink berpadu serasi dengan bunga-bunga melati dan sedap malam. Bau yang menguar sangat harum dan menenangkan. 
Tetapi, kegelisahan seorang pemuda di kamar itu semakin malam semakin menjadi. Besok adalah akhir dari masa lajangnya. Ia harus pasrah pada seorang wanita tua yang tidak dicintainya.
Di depan kamar, telah berjaga dua lelaki berbadan kekar. Tidak ada jalan baginya untuk melarikan diri.

Keesokan paginya, Sandra terjaga. Sepasang tangan berotot membangunkannya dengan kasar. Entah jam berapa ia tertidur setelah mondar-mandir tadi malam.
"Bangun! Nyonya memanggilmu di ruang tamu." Bentak seorang penjaga pintu tadi.
Agak terhuyung-huyung, Sandra berjalan diikuti kedua penjaga berbadan besar itu.

Di sebuah ruangan bernuansa Eropa klasik, berdiri seorang wanita dengan baju tidur mewah berwarna merah menyala.
"Hai sayang ... Nyenyakkah tidurmu tadi malam?" Katanya sambil tersenyum, meski terlihat seperti menyeringai.
" Maaf, say ... Aku tidak jadi menikah denganmu. Semua barang yang pernah kuberikan padamu aku ambil lagi. Untuk semua baju-baju, silahkan bawa keluar sekarang juga!" Katanya enteng.
Seperti membatalkan beli siomay di gang depan.
Serasa mimpi, Sandra hanya bisa melongo. Tapi itu hanya sesaat. Dengan sisa-sisa kesadaran yang dimiliki, dia langsung melesat masuk kamar untuk mengemasi tas dan baju-baju miliknya. Jangan sampai wanita itu berubah pikiran.
Ia tidak tahu, alasan apa yang menjadi pertimbangan wanita itu untuk membatalkan pernikahan mereka, secepat ia meminta untuk menikahinya.
Yang ada dipikirannya hanya satu, pergi menjauh dan mencari Meela. Gadis yang telah terluka karena pengkhianatan yang ia torehkan

******

Menanti Janji


" Sudahlah, Dia tidak mungkin datang. Pulanglah bersamaku." Ferry mengulurkan tangannya. Menuntun Shofa untuk segera beranjak dari tempat ia duduk. Membawanya pulang dengan motor sportnya menembus kegelapan malam.

Sudah hari ke empat, gadis manis bermata bulat itu datang di halte yang sama. Setiap senja datang sampai rembulan menyapanya lembut.

" Haruskah aku menyerah dan menerima dia saja." kata Shofa pelan hampir berbisik, seraya memandang satu nomer pada telpon genggamnya.

Empat hari yang lalu, melalui pesan singkat. Azam berjanji untuk bertemu. Ada satu hal yang ingin ia katakan. Penasaran, Shofa membalas pesan tersebut. "Tidak bisakah melalui telpon atau sms saja?" Tulisnya. "Belajarlah bersabar, tunggu saja besok di halte depan kampus kita." Jawabnya. Sesak dada Shofa, tidak pernah Azam berkata tegas seperti itu padanya. Dan tak pernah membuatnya menunggu. Selalu mengabarkan setiap keadaan sebelum gadis itu sempat bertanya tentangnya. Sesaat kemudian, nomer itu tak lagi dapat dihubungi.

Ketika yang telah ditinggalkan kini nampak bersinar
Aku hanya bisa berkata...
Lupakah tentang kita
Tentang awal sebuah cerita
Dimulai saat sama sama
Saling mengisi dan menerima

Ferry, lelaki yang kaya. Pengusaha muda yang sangat kharismatik. Sudah beberapa bulan ini mendekati Shofa. Awalnya, pemuda itu adalah rekanan Papa yang kebetulan mampir ke rumah. Lalu mereka berkenalan. Meski tahu Shofa sedang dekat dengan Azam teman sekampusnya dulu, Ferry sama sekali tidak surut langkah untuk mendekati gadis pintar yang memang cantik dan supel itu. Apalagi, sebulan belakangan. Saat Azam pergi keluar kota memenuhi tugas dari atasannya.

Tapi sekarang
Pelan pelan kau menghilang
Menghapus semua kenangan
Melupakan janji dan semua impian

Di seberang jalan. Tepat di depan halte tempat Shofa menunggu Azam. Sesosok tubuh pemuda tinggi kurus, bermantel hitam mengawasi.
Azam, sebenarnya telah datang empat hari yang lalu. Dan setiap hari, ia datang ke tempat yang sama. Memandang dari jauh Shofa yang terlihat cemas menunggu kedatangannya. Tak tega ia melihat tubuh cantik itu menggigil kedinginan. Ingin ia dekati dan menyelumutinya dengan mantel yang dikenakannya. Tapi, diurungkan niat itu. Ferry selalu datang, menyelimuti gadis itu, dan membawanya pergi.

Sulit untuk menemui gadis pujaannya kini. Bukan karena cinta yang pupus. Bukan pula karna takut dengan persaingan yang tidak seimbang dari pengusaha muda itu. Berat baginya mengatakan kata putus. Karena cinta masih menyala di hati. Rasa cemburu, coba ia tahan saat tangan lelaki itu menyentuh tangan pujaan hatinya.
Ada alasan yang membelenggu, yang lebih baik disimpannya sendiri.

Sampai kau sengaja
Menghapus tinta tinta cinta
Yang telah ku uraikan di relung pecinta

Sehari sebelum kepulangannya, Papa Shofa menelponnya. Meminta ia putus dengan anaknya karena, lelaki tua itu baru tahu kalau Azam, lebih suka makan Beng-Beng langsung. Sedang Papanya Shofa sukanya Beng-Beng dingin.

*****