Minggu, 30 April 2017

Gadis Bernama Kantil

Malam semakin larut. Jaka mengencangkan laju kendaraannya. Menyesal, ia tadi pulang terlambat. Gara-gara si Bos minta pekerjaan selasai hari ini juga. Dan sialnya, karena kurang konsentrasi, justru pekerjaannya salah semua. Dan Bos, tidak mau tahu. Harus direvisi dan selesai sekarang juga. Karena besok pagi-pagi akan dibawa untuk presentasi di depan klien penting.

Pukul 11 malam, ia hampir sampai di desanya. Jarak tempat kerjanya ada di kota. Tapi hanya membutuhkan waktu setengah jam berkendara, jika jalanan sepi seperti ini.
Di depan, terlihat ada seorang gadis berjalan tergesa-gesa. Hatinya bimbang, selarut ini ada gadis berjalan sendiri ... hatinya menciut.
Jangan-jangan ... hiiiii.
Tiba-tiba ia merinding ketakutan.

Sebentar lagi ia akan melewatinya, lalu dilihatnya kaki gadis itu. Terlihat menapak dengan tanah. Bahkan terdengar langkah kakinya yang memakai sepatu pantofel berhak pendek.
Berarti ia manusia, alhamdulillah
Kasihan, harus berjalan malam-malam sendiri begini.

Saat melewatinya, ia sengaja memperlambat laju motornya. Siapa tahu gadis itu butuh bantuannya. Pemuda itu tidak berani menawarkan bantuan terlebih dahulu. Takut dikira lelaki iseng yang memanfaaatkan kesempatan.

Sekitar lima langkah kaki dewasa, baru terdengar suaranya memanggil.
"Mas! Mas! Tolong berhenti, dong!" Gadis itu memanggilnya.
Jaka segera menghentikan motornya dan menunggu ia mendekat.
"Ada apa, Mbak?" Ia basa basi bertanya, setelah gadis itu mendekat.
Dari dekat terlihat wajah gadis itu putus asa.
"Maaf,Mas. Mau tanya, njenengan mau pulang ke arah mana ya? Kalau tidak keberatan, saya mau merepotkan njenengan. Tolong antar saya ke Desa sebelah, ya. Tadi motor saya rusak, disuruh ninggal sama yang punya bengkel, Mas. Karena sudah larut. Itu saja, saya memaksa bapak yang punya bengkel untuk membukakan pintu rumahnya."
Bercerita ia hampir seperti tanpa bernapas dan berpikir terlebih dahulu. Cara bicaranya begitu cepat tetapi tepat dan lancar.
"Saya mau pulang ke Desa Krembangan sini aja, kok. Desa njenengan Surak, toh?" Jaka menjawab.
"Ya kalau mau, monggo saya antarkan."
Jaka mempersilakan gadis itu membonceng.
"Namaku Kantil. Anaknya Wak Tun yang punya warung lodeh itu, lho. Nama kamu siapa, Mas?"

Hmm ... agresif juga, anak ini. Belum ditanya, malah tanya duluan. Pikirku.

"Aku, Jaka. Baru saja pindah di Desa ini enam bulan yang lalu. Bapakku meninggal, lalu ibu terpaksa pulang ke desanya. Ada rumah kecil peninggalan nenek. Jadi aku belum terlalu tahu lingkungan sekitar desa. Namamu kok, Kantil? Bukan nama bunga yang lain, gitu. Hehehe." Jaka menggoda Kantil.
"Lha kalau namaku Mawar, nanti kami pikir aku penjual bakso borax, Mas."
Mereka lalu tertawa memecah kesunyian.

Lalu mengalirlah cerita di antara mereka.
Tanpa terasa telah sampai di rumah Kantil. Rumah semi permanen dengan halaman yang luas. Pohon-pohonan yang kurang terurus membuat rumahnya sedikit terlihat seram.
Ia mengucapkan terimakasih sebelum hilang dibalik pintu.

Jaka lalu pulang, gadis itu meninggalkan kesan yang mendalam di hatinya.

Esok, aku akan menghampirinya. Menawarkan bantuan untuk mengantarnya bekerja. Toh, motornya juga masih di bengkel.

Manusia berencana, Allah yang menentukan.
Keesokan harinya, Pemuda itu kembali ditelpon si Bos untuk datang pagi-pagi. Masih ada saja pekerjaannya yang dianggap kurang. Tergopoh-gopoh ia berangkat kerja. Bahkan sarapan pun ia tak sempat.

Seminggu berlalu. Jaka kembali bertemu Kantil. Tak sengaja berpapasan di depan makam kembar di Desa Krembangan. Waktu itu baru lewat waktu magrib. Kebetulan, ban motornya bocor terkena paku. Sehingga ia terlambat pulang. Beruntung, desanya sudah tidak jauh lagi.

"Hai, Kantil! Masih ingat aku? Aku Jaka! Kamu mau ke mana?"
Pemuda itu berhenti, menyapa Kantil yang berjalan kaki dan datang dari arah berlawanan.
Tapi gadis itu diam saja, dan menundukkan kepalanya.
Lalu saat dekat, bau bunga kenanga tercium samar seperti terbawa angin lalu.
"Mana paku aku, Massss ... " terdengar suara yang halus dan mengambang. Sayup-sayup seperti jauh sekali suara itu datang. Padahal mereka dekat sekali. Berpapasan, melewatinya. Gadis serupa Kantil tidak berhenti.
Jaka merinding, bulu kuduknya berdiri. Tak kuasa menyalakan motornya. Lalu di tempat. Sampai gadis itu menghilang entah ke mana.

#### Tamat ####

*mitos: jika kuntilanak dipaku ubun-ubunnya, maka ia akan menjadi manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar