Rabu, 26 April 2017

Rencana Penyerangan


"Bagaimana, apa rencana untuk nanti malam sudah Kamu siapkan?"

"Kamu yakin, mau memakai rencana dariku lagi? Bukankah kemarin saat gagal, Kamu menyalahkanku terus menerus!"

Kedua kakak beradik itu terlihat tidak seperti sedang berbicara berdua, karena meski duduk bersebelahan tapi matanya menatap lurus ke depan. Cara berbicaranya pun aneh. Seminim mungkin membuka mulut dan berbisik-bisik. Sepertinya ada dinding yang bertelinga. Atau cctv dipasang di mana-mana.

"Iya ... iya. Maafkan aku, sudah memarahimu karena kegagalan rencana kemarin. Semoga rencana kita sekarang berhasil, oke!"

"Baiklah kalau begitu. Begini rencananya, usai jamuan makan malam kita mulai bergerak. Agar tidak menimbulkan kecurigaan, kakak pamitlah terlebih dahulu. Lalu diam-diam masuk ke lokasi. Siapkan bantal. Kali ini kita menggunakan bantal saja untuk meredam suara pistol."

"Boleh juga idemu. Kita tidak akan ketahuan kalau saat menembak diredam memakai bantal. Lalu, apa tugasmu selama aku tidak ada."

"Aku akan mengalihkan perhatiannya sejenak. Jika ia lengah, secepatnya aku bergabung denganmu."  

"Baiklah, tapi jangan lama-lama. Nanti rencana kita gagal lagi."

"Tenang! Aku bisa mengatasinya."

Jam menunjukkan pukul 19.00 WIB.
"Kak! Dek! Sini, mari makan!" Ibu memanggil kedua anak lelakinya untuk makan malam bersama. Ayah keluar kota, jadi hanya ada mereka bertiga di meja makan.

Usai makan malam, seperti rencana semula. Kakak pamit ke kamar, sedangkan adiknya mengalihkan perhatian ibu dengan mengajaknya ngobrol tentang sekolahnya. Beberapa saat kemudian, saat ibu mulai mencuci piring-piring kotor. Ia mengikuti kakaknya ke kamar di lantai atas.

Pertempuran seru akan segera dimainkan. Pistol-pistol, bantal-bantal yang disusun sedemikian rupa serta boneka prajurit yang dijadikan musuh sudah berjajar rapi. Mereka siap untuk menyerang.
Berdua tertawa cekikikan, merasa rencana kali ini tidak mungkin gagal.
Karena yakin, saat melakukan penyerangan, suara pistol-pistol itu akan teredam bantal yang akan digunakan.
Tapi mereka lupa, kaki-kaki yang berlarian di lantai atas. Akan terdengar berdebum di lantai bawah. Ibu pasti tahu, jika saat itu mereka sedang asik bermain. Bukan sedang belajar.

Baru lima belas menit berlalu, ibu datang melongok dari pintu.
"Bukankah seharusnya, kalian belajar? Kalian lupa, pesan Ayah? Tidak ada oleh-oleh untuk yang malas belajar!"

Kakak beradik itu pun berhenti dan dengan langkah gontai mengambil buku pelajaran untuk di baca. Kamar yang seperti kapal pecah harus dirapikan seusai belajar. Tidak mendapat oleh-oleh mainan baru adalah hal yang tidak menyenangkan.

Setelah ibu berlalu, mereka berdiskusi.
"Tuh, kan. Gagal lagi. Apa yang salah dengan rencana kita kali ini, ya?" Mereka berdua berpikir keras, mencari penyebab kegagalan rencana hari ini.

#### Tamat ####

Tidak ada komentar:

Posting Komentar