Senin, 24 April 2017

Tentang Cinta (2)

Bukan tanpa sebab, jika Boy berubah. Sejak kepergian Selly, ia kembali menjadi bulan-bulanan temannya. Dianggap pengecut dan lemah karena dilindungi seorang gadis. Sebenarnya Boy keberatan, saat Selly pindah tempat duduk di sampingnya. Tapi ia tidak berani melukai hatinya. Karena sudah berniat baik membantunya.

Entah apa yang membuatnya berani.Tapi, keinginannya setelah kepergian Selly sangatlah kuat. Ia ingin belajar menggunakan kekuatannya sendiri untuk melawan Ranto and The Gank.
Juga suatu saat nanti, jika bertemu lagi dengan gadis pujaannya, dialah yang ganti akan menjaganya.
Sejak saat itu, Boy berusaha mati-matian melawan rasa takut pada lingkungan baru dan semua tantangan yang ada di depannya.
Ia mulai mengikuti kelas beladiri dan berbagai les pelajaran sekolah. Prestasinya meningkat pesat. Kepercayaan dirinya mulai terbangun dengan baik.

Seiring dengan berlalunya waktu.
Boy remaja mulai mengikuti kompetisi-kompetisi beladiri. Beberapakali menang walau sesekali kalah. Membuatnya semakin percaya diri dalam pergaulan. Boy tidak lagi pendiam dan tertutup. Meski tidak terlalu berlebihan juga dalam bergaul.

Banyak teman perempuan yang suka padanya. Tapi ia tidak menghiraukan.
Di hatinya hanya ada satu nama. Yang kelak akan ia temukan. Usahanya dia mulai sejak awal masuk sekolah menengah. Menyusuri alamat Selly yang lama dan bertanya pada beberapa teman dekat Selly. Tapi semua tidak membuahkan hasil.
Hingga saat ia masuk kuliah dan telah masuk semester ke tiga. Seraut wajah dan sebentuk nama telah terpahat rapi di hati dan ingatan, Selly.

Dunia serasa penuh bunga dan harapan baru. Hingga dia menggunakan cara, mengingatkan gadis itu akan namanya. Dengan harapan, saat bertemu nanti dia tidak terlalu banyak mengingatkan masa lalunya.

Dengan tergesa, Boy setengah berlari menaiki tangga kampus.
Ups!
Hampir saja dia menabrak, seorang gadis berhijab pink. Serta merta ia meminta maaf.

"Maaf ... maaf, saya tak sengaja." Tapi saat matanya melihat wajahnya.
Hampir saja ia sebut nama itu.
Gadis itu lalu tersenyum, dan senyum itulah yang dulu membuatnya yakin. Dia adalah Selly-nya.
Saat ini, tanpa diduga ia ada di depannya lagi.

"Hai! Bukankah kita pernah bertemu?"
Mata Selly membulat.

Oooh ... tidak. Mata itu, senyum itu, membuat badanku tiba-tiba membeku.

"Kamu kurir bunga kemarin, kan?" Sambungnya lagi.

Boy hanya bisa mengangguk dan tersenyum.
"Maaf, saya buru-buru." Katanya sambil menelan ludah. Mencoba melawan rasa grogi yang teramat sangat.
Hanya kata itu yang bisa dia ucapkan, dan pasti akan menjadi penyesalan baginya nanti.

Ia lalu berlari menuju ruang kelasnya. Hampir terlambat. Sedikit saja terlambat, ia tidak akan bisa mengikuti kuliah. Dosennya tidak mentolerir mahasiswanya yang terlambat.
Kecuali jika mahasiswanya cantik, sexy, dan gemulai. Terlambat pun masih ada kata maaf. Salah satu contoh ketidak adilan yang ada.
Masih dengan napas yang tersengal-sengal, ia mencari bangku kosong.

"Ooooh ... sial! Kenapa aku tadi tidak meminta nomer hp-nya. Kan kesempatan, tuh!" Ia menggerutu, menyesali diri.
"Nanti aku harus mendapatkannya. Toh, aku punya jadwal kuliahnya" batinnya dan tanpa sadar ia tersenyum.

"Woi! Kamu sudah gila ya? Senyum-senyum sendiri." Roni berbisik sambil menempelkan punggung tangannya ke dahi Boy. Kebetulan ia duduk di sebelahnya.
"Iya. Aku gila karena cinta." Balasnya sambil berbisik juga.
Lalu mereka berdua pun tertawa cekikikan. Takut terdengar dosen yang sudah memulai mata kuliah.
Jatuh cinta yang ia alami sekarang, ternyata lebih indah dari rasa yang dulu dirasakannya sewaktu masih kecil. Entah mengapa, ia tidak bisa ke lain hati.
Tak sabar rasanya menunggu kuliah usai. Berkali-kali diliriknya jam yang melingkar di tangan kirinya. Dua jam serasa dua hari.

Akhirnya, kuliah pun usai. Boy segera berlari keluar. Mencari pujaan hatinya.
Ia hafal, jam satu nanti Selly ada kelas.
Tapi sekarang masih jam dua belas. "Dimana dia? Mungkin ada di kantin. Ini kan jam makan siang."
Beberapa pedagang berjejer-jejer di kantin yang berada di belakang kampusnya. Satu per satu dia datangi. Tapi tak dia temukan.
Akhirnya, ia memutuskan mencarinya besok saja. Sambil menyusun rencana untuk mendekatinya. Kalau dipikir-pikir, terlalu mencolok jika ia berada di depan kelas menunggunya. Dengan langkah gontai, ia pulang.

Di depan masjid kampus. Matanya melihat gadis berhijab pink. Tiba-tiba saja, dadanya berdegup kencang. Seluruh badannya tiba-tiba kembali dijalari rasa dingin. Ragu, apakah mendatanginya dan meneruskan rencana untuk meminta nomer hp atau menunggunya berlalu.
"Ya Allah, tolonglah hambamu ini."

##### Bersambung #####

Tidak ada komentar:

Posting Komentar