Selasa, 25 April 2017

Tentang Cinta (3)


Di kamarnya, Selly menatap foto bunga "Forget Me Not". Bunga yang pernah dikirim seseorang dari masa lalu. Diabadikannya sebelum kering dan layu.

Sebuah nama yang sudah ia lupakan sejak lama. Tidak pernah disangka akan datang kembali membawa cerita lama.
Saat itu, ia masih terlalu kecil untuk mengetahui apa itu cinta.
Membelanya saat itu hanya spontan ia lakukan,  demi keadilan saja. Tak disangka, ternyata setelah peristiwa itu Boy memiliki perasaan padanya. Dan sampai sekarang masih disimpannya.

Selly mendesah ... dibaringkan tubuhnya di tempat tidur. Tidur telentang menatap langit-langit kamar. Masih tergambar jelas peristiwa setahun yang lalu. Sepulang dari sholat dhuhur di masjid kampus. Seorang pemuda yang ia kenal sebagai kurir bunga mencegatnya. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Totok.
Pemuda itu meminta nomer hpnya. Dan sejak itu ia mulai akrab dengannya. Apalagi kampus mereka sama, hanya berbeda jurusan saja. Meskipun tidak pernah jalan atau makan berdua, Selly dapat melihat tanda-tanda adanya rasa yang tak biasa pada pemuda itu.
Apalagi secara intens, Totok menghubunginya lewat WA atau BBM.
Berdiskusi  apa saja, kecuali tentang agama. Selalu ada hal yang membuatnya berdebat sengit. Tidak pernah menemukan titik temu. Jika itu terjadi, mereka berdua diam. Masing-masing kukuh dengan pendapatnya. Lalu mengalihkan pembicaraan untuk mencairkan suasana.
Selain itu, Ia orang yang menyenangkan dan begitu perhatian.
Mungkin ada sedikit rasa kagum yang dirasakan Selly. Karena Totok juga seorang yang mudah berbaur dengan teman-temannya. Baru seminggu berkenalan, dia memberikan pengakuan.

"Selly, aku mau membicarakan sesuatu. Tapi tolong, aku mau hanya kita saja yang tahu."
Sebenarnya ia sudah menolaknya, tapi tatapan wajahnya yang menghiba membuatnya luluh.

Lalu ia memberikan pengakuan, jika sebenarnya ia adalah Boy. Yang telah lama mencarinya. Melakukan penyamaran bukan sengaja ia lakukan katanya. Saat bertemu di depan masjid, ia sudah akan memberitahukan jika ia kurir gadungan. Dialah Boy, teman lama yang memberikan bunga itu.
Tapi karena grogi, ia justru menyebutkan nama panggilannya. Nama panjang dia adalah Boy Hartanto. Waktu itu dia marah, karena telah salah menilai pemuda yang dikaguminya. Karena ia pikir, pemuda itu tangguh. Melakoni kerja sebagai kurir bunga dan mahasiswa. Ternyata semua bohong belaka.
Di lain sisi, Selly merasa bodoh, ia lupa nama panjang Boy dan nama panggilannya. Karena selain lama berlalu, ia tidak pernah menganggap penting untuk mengingatnya.

Mengingat kembali peristiwa lalu,  setelah identitas aslinya terkuak. Boy semakin berani merayu dan berusaha mendekatinya. Sampai suatu ketika, dia berani datang ke rumah waktu libur semester. Alasannya, dia kangen.
Membuat hati gadis itu tidak tenang. Ustazah menerangkan berulangkali tentang hubungan laki-laki.dan perempuan. Harus terpisah.
Setelah dia pulang pun, Ayah marah pada Selly. Beliau tidak suka dengan Boy. Tapi tidak jelas apa alasannya.
"Feeling seorang Ayah!" Hanya itu yang beliau katakan.
Sejak itu, Selly mulai menjaga jarak dengannya. Ada saja alasan untuk menghindari pertemuan dengannya.

Kemudian, di suatu hari minggu. Pulang dari kegiatan di Masjid kampus. Boy menghampiri dan meraih tangan Selly untuk menjauh dari kerumunan.
Ia meronta berusaha melepaskan tangan Boy. Tapi tangan pemuda itu sangat kuat. Tidak sia-sia latihan beladirinya selama ini.Tidak dipedulikannya tatapan berpasang-pasang mata yang menyaksikan kenekatannya. Hampir menangis gadis itu pasrah. Lalu, di bawah pohon yang rindang. Beberapa meter saja dari Masjid. Mereka berhenti. Boy ingin memastikan, perasaan gadis yang sudah membuatnya tergila-gila itu. Bahkan mungkin sudah benar-benar gila. Tidak ada toleransi waktu. Harus dijawab saat itu juga. Sedikit ketakutan, Selly menjawab. Di dalam hatinya tidak henti-henti diucapkannya doa. Agar ia dimudahkan dan tidak salah dalam berkata-kata.

"Maafkan aku Boy. Dulu aku terlalu kecil, tidak bermaksud sama sekali membuatmu jatuh cinta. Jika itu mengubahmu menjadi lebih baik, aku ikut senang. Tapi kamu juga harus menyadari. Aku bukan Selly yang dulu. Aku juga telah berubah," Sejenak ia berhenti dan menelan ludah," Aku sekarang telah menemukan cinta sejatiku. Yaitu cinta Allah padaku. Jika kau sungguh-sungguh mencintaiku. Hanya ada dua pilihan. Menghalalkan atau mengikhlaskan."

Boy terlihat gusar, ia mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Jangan berputar-putar. Cukup jawab saja, mau apa tidak kamu jadi pacarku. Itu saja." Suaranya ditekan sedemikian rupa, tapi masih terasa emosinya.

"Apa jawabanku masih tidak jelas bagimu? Aku tidak mau pacaran. Haram hukumnya. Lagi pula akan membuang waktuku saja. Aku tidak suka!" Selly menyusut air mata yang tak bisa dibendungnya lagi. Kini hatinya merasa kecewa. Ternyata orang yang jatuh cinta susah diajak bicara.

"Kalau hanya waktu yang kau pinta. Aku tidak akan banyak mengganggumu. Tapi tolong, jangan kau tolak cintaku." Kini ia berubah melunak.

Selly pergi meninggalkannya. Ia tidak ingin mendebat lagi.
Keesokan harinya, saat masuk kelas. Selly dikejutkan berita dari sahabatnya.  Bahwa Boy telah menjalin hubungan dengan Fay tadi malam. Gadis yang selama ini mengganggunya. Ia naksir berat sama si Boy.
Ada rasa sakit di hatinya. Tapi bukan patah hati. Hampir seperti rasa ditipu atau dibohongi. Ia pikir, cinta pemuda itu memang ditujukan padanya. Tapi buktinya, dalam sehari ia sudah menemukan pengganti.
"Dasar play boy!" Desisnya.

Di bawah, ia melihat pemuda itu. Seperti biasa mencegatnya. Selly melengos, ia sangat sebal.
"Selly, tunggu!"
Ia tidak menghiraukan. Tetap berjalan,  pulang.
"Kamu marah?" Boy mensejajari langkahnya.
"Kenapa aku harus marah? Urus saja pacar barumu."
"Hahaha ... Jadi benar, kamu marah dan cemburu karena aku sudah punya pacar, kan?" Ia tertawa menyebalkan.
Ingin rasanya, menampar mulut pemuda itu.
"Aku seperti ini, karena salahmu." Ia berkata dengan santainya.
"Seandainya kau cemburu, aku bisa memutuskan dia saat ini juga. Dan aku akan kembali padamu." Sambungnya sambil tersenyum.

Gilaaa! Ini laki-laki benar-benar sudah kepedean. Mana laki-laki kecil pendiam yang pernah aku kenal

"Kamu sudah gila, Boy. Aku tidak mau jadi pacarmu titik!" Darah gadis cantik itu serasa mendidih. Apalagi ia tahu siapa pacar Boy. Seorang yang selama ini mengganggunya. Karena cintanya yang besar pada Boy dan ego dia sebagai anak orang kaya dan modis di kampus. Tapi kalah dengan gadis kampung berhijab seperti Selly.
Tanpa merusak hubungan percintaannya saja, fitnah apa pun sudah dia lakukan, apa lagi merebut pacarnya. Dia pasti akan melakukan apa saja untuk membalas. Selain itu, ia tidak mungkin membiarkan pemuda itu mempermainkan perasaan perempuan dengan seenak hatinya. Meski ia tidak suka pada Fay, tapi sebagai sesama perempuan, ia tidak rela jika hati itu disakiti. Ia tahu, gadis kaya menyebalkan itu berbuat jahat karena cintanya yang buta.

Sebentar kemudian, WA dan BBMnya penuh dengan kata maaf dari Boy.
Dengan emosi, ia blokir saja semua. Tapi seperti teror, pemuda itu mengganti nomer dan mencoba menghubunginya lagi. Ia lelah. Akhirnya membiarkan semua berjalan seperti biasa. Hanya hatinya sudah berubah. Tidak ada lagi kekaguman hanya rasa muak dan bosan menghadapinya.

Ternyata cinta bisa mengubah seseorang menjadi menyenangkan atau menyebalkan. Kegilaan Boy, berawal dari rasa cintanya pada Selly. Mengubah pribadinya menjadi lebih percaya diri dan digandrungi banyak perempuan. Fay, gadis kaya yang modis dengan segala tingkah gayanya. Menjadi lebih sadis dari serigala yang ingin mengamankan wilayahnya dari serigala lain.

Lamunannya terhenti. Diteguknya segelas air putih. Setelah itu, mengambil air wudhu, Selly memutuskan untuk sholat dua rakaat. Menyerahkan semua urusan kepadaNya.
Karena urusan jodoh hanya Dia yang Maha Tahu. Yang terbaik menurut manusia, belum tentu baik menurut Allah. Begitu pun sebaliknya. Yang menurut manusia buruk, bisa jadi itulah yang terbaik menurut Allah.

Waktu cepat sekali berlalu, masa kuliah kurang satu semester lagi jika skripsinya selesai. Tadi pagi, ustazah memanggilnya. Menyampaikan satu berita. Ustaz yang selama ini menyampaikan tausiyah rutin mingguan. Meminta dijembatani niatnya. Ingin mengkhitbah Selly jika ia berkenan. Secepatnya, akan datang meminta kepada kedua orangtuanya. Dada Selly berdesir dan terasa geli tak tahu apa artinya. Tapi sangat hangat dan menyenangkan. Ustaz muda yang selama ini menjadi idola banyak temannya.

Usai sholat ia beranjak tidur, sepertinya ia tahu jawaban apa yang akan ia katakan pada ustazahnya besok pagi. Ia tertidur dengan senyum manis tersungging di bibirnya.

####

Sementara itu, Boy yang masih mencuri-curi kesempatan untuk mendekati Selly. Dipantau ketat oleh Fay. Ia tahu, Boy tidak menyerah begitu saja pada Selly. Meski ia sudah berusaha memberikan segalanya pada pemuda itu.
"Boy, ayolah kita menikah saja." Ucap Fay manja. Tangannya ia lingkarkan pada pinggang pemuda itu.
Sudah ribuan kali, Boy berusaha menenangkan desir-desir halus di dadanya. Setiap kali Fay berusaha menggodanya. Bagaimana pun, ia lelaki normal. Berkali-kali tangannya menepis tangan halus Fay. Agar tidak terlalu menempel padanya.
Bukan tidak suka, hanya takut khilaf. Karena setiap naluri kelaki-lakiannya bangkit, sekelebat wajah Selly masih menghantui. Menatapnya sambil mendelik. Seketika itu, ia melepaskan rangkulan Fay.
" Entahlah, Fay. Kita kan masih kuliah. Aku juga butuh kerja." Boy berdalih.
" Ah, kau ini selalu saja seperti itu. Kan sudah kubilang, Papa pasti akan memberimu pekerjaan di perusahaannya. Jangan alasan, deh!"
Ia mulai ngambek lalu mengancam.
" Aku gak mau tahu, ya. Kamu harus lamar aku. Atau aku akan bunuh diri dan bilang kepada semua orang lewat suratku. Kematianku adalah salahmu!"
Boy bergidik ngeri. Berbicara tentang cinta, ia bisa membuat orang jadi gila. Kini ia tahu, bagaimana rasanya dikejar cinta gila.

#### Tamat ####

Tidak ada komentar:

Posting Komentar