Minggu, 23 April 2017

Tentang Cinta


Bunga "Forget Me Not" menghiasi vas bunga di atas meja belajarnya. Bunga kecil-kecil berwarna biru dengan sedikit semburat kuning di tengahnya.
Bunga ini baru saja datang, dikirim oleh seorang kurir pagi tadi. Selly memandang keindahannya dengan hati bingung. Dia mengetahui nama bunga itu dari kurir yang mengantar. Nama bunga yang sangat unik. Tergerak hatinya untuk browsing di internet tentang bunga ini.

"Hmm ... sangat menarik info tentang bunga cantik ini."
"B.o.y ...." Diejanya sebuah nama yang tertera di kartu, "Pengirim bunga secantik ini." Ia bergumam.
Otaknya berputar mencoba mengingat-ingat nama itu.

"Mungkinkah?"

Gadis itu akhirnya teringat seorang anak laki-laki. Anak pendiam yang pernah ditolongnya sewaktu duduk di bangku SD.

######

Seorang pemuda kurus berjaket kulit warna coklat berjalan tergesa-gesa. Wajahnya terlihat lega meski ada gurat ketegangan di sana. Ini adalah pertama kalinya ia menemui kembali cinta pertamanya. Bukan hal yang mudah mencarinya setelah bertahun-tahun terpisah. Tak pernah disangkanya, gadis kecil yang pernah menolongnya itu dipertemukan kembali di kampus yang sama. Dia tidak mengenalnya, terlihat dari raut wajahnya yang tanpa ekspresi.
Peran kurir bunga dilaluinya dengan mudah.

Jauh dari masa itu. Saat ia masih duduk di bangku SD. Sebagai anak baru di kelas 4, ia termasuk seorang anak yang pendiam. Maka sering gangguan dari teman-teman satu kelas, ditujukan padanya.
Apalagi, awal masuk kelas hanya ada satu bangku kosong dan letaknya pun di belakang. Tempat anak-anak paling badung berkumpul.

Saat jam istirahat dibukanya bekal yang dibawakan ibu. Bukan bekal yang mewah tapi cukup istimewa, karena dibuat dengan cinta. Tak ayal lagi, ledekan dari gerombolan badung itu selalu diterimanya. Hingga suatu hari kesabarannya habis.

"Hentikaaannn!" Teriaknya kencang.

Sesaat mereka berhenti, terheran-heran melihat reaksinya. Tapi sejurus kemudian, Ratno. Anak paling besar badannya, merangsek maju. Mencengkeram krah bajunya.

"Lalu, kamu mau apa, hah!" Sambil mengepalkan satu tangan yang lain, bersiap meninju.

Keringat dingin mengucur dari dahinya, ia tidak menyangka akan berteriak seperti itu. Napasnya agak sesak karena cengkeraman Ratno begitu kuat. Tak kuasa baginya mengucap sepatah kata pun.
Tiba-tiba ... Sepasang tangan mungil memegang tangan Ratno yang mengepal. Seketika anak laki-laki itu menoleh pada si empunya tangan.
Gadis kecil yang cantik, rambutnya dikuncir ekor kuda. Terlihat mempesona saat mendelik kepada Ratno.
Dan ia menyuruh melepaskan tangannya dari krah baju si anak baru.
Lalu anak badung itu melepaskan cengkeramannya dan menurunkan kepalan tangannya.
Ia bukan tak berani, tapi rasa suka pada gadis itu membuatnya menurut.
Kalau melihat kecantikannya, tentu banyak anak yang naksir padanya.
Boy, anak yang baru saja lolos dari bogem mentah Ratno pun merasakan hal yang sama.
Bukan karena aksi heroik yang baru dilakukannya. Tapi dari awal melihatnya, ia sudah merasa suka. Cinta monyet yang datang terlalu awal.

Satu semester belum berlalu. Selly, nama gadis itu. Pindah sekolah di luar Jawa, mengikuti Ayahnya yang berpindah tugas. Diam-diam Boy merasakan kesedihan yang dalam. Dan ia bertekat, akan mencarinya sampai kapan jua.

Tanpa disangka-sangka, ia berjumpa di kampus yang sama. Wajah Selly tidak banyak berubah, hanya semakin terlihat cantik. Untuk memastikan bahwa dia adalah Selly yang sama, ia sampai rela mendekati si mbak TU yang terkenal jutek. Kini Boy bukanlah Boy yang dulu pendiam.
Waktu telah mengubahnya, selain pintar, pandai bergaul, dia juga jago bela diri. Mungkin itulah yang membuat kepercayaan dirinya tumbuh. Semua perubahan itu termotivasi dari rasa yang selama ini masih tersimpan rapi di dalam hatinya.

##### Bersambung#####

Tidak ada komentar:

Posting Komentar