Senin, 01 Mei 2017

Menuai Cinta

Setelah menikah, aku dan suami memutuskan untuk pindah dari rumah orangtua.
Menyewa sebuah rumah mungil dengan satu kamar tidur. Selain kami tidak membutuhkan terlalu banyak ruang juga sewanya murah. Sangat cocok untuk pasangan yang baru menikah dengan keuangan yang pas-pasan seperti kami.

Seminggu tinggal di kampung ini, kami baru mengenal pak RT dan tetangga sebelah kiri kami. Sepasang suami istri yang sudah tua. Mereka orangnya sangat ramah. Sebenarnya, alasan itu yang membuat kami mengenalnya. 

Setiap pagi, Sang Istri memandikan suaminya. Sakit darah tinggi membuatnya terkena stoke. Nenek yang sehari-hari menjual gorengan itu, tidak pernah terlihat keberatan merawatnya. Karena rumah kami berimpitan dan bagian halaman depan-belakangnya hanya dipisahkan pagar bambu, maka setiap hari kami bisa mendengar celotehan mesra dari keduanya. 

Terdengar lagu-lagu jaman dulu dinyanyikan oleh nenek itu. Lalu suaminya akan mengganggunya dengan mengacau lagu yang dinyanyikan istrinya. Tetapi tidak pernah membuatnya marah. 

Mungkin itulah cara mereka menjaga keutuhan rumah tangganya. 

Suatu hari, aku berkunjung ke rumahnya. Ada sedikit buah-buahan hasil kebun di desa tempat mertua tinggal. Aku berkesempatan mengobrol dengan keduanya.

"Kok kakek dan nenek bisa akur dan awet sampai sekarang. Bagi rahasianya dong ... Hehehe." Tanyaku pada akhirnya, setelah banyak hal kami bincangkan.

"Kuncinya cuma satu. Cinta. Tanamkan dalam setiap harimu dengan suamimu," Kakek berkata sambil tersenyum.

"Kakek dulu, meski bekerja sebagai buruh di pabrik. Dan tidak bisa memberi nenek yang lebih, tapi mempersembahkannya dengan cinta. Diniatkan untuk ibadah, menafkahi keluarga. Berdoa, semoga berkah. Karena kedua anak kami kebutuhannya banyak. Tapi nenek lebih hebat, lho. Cintanya sangat tulus dan dia istri yang pandai bersyukur. Tidak mengeluh jika kurang, tapi membantu mencari solusi bersama-sama. Beruntung kakek memilikinya. Apalagi, kini kakek tidak bisa bekerja dan hanya mengandalkan nenek untuk sekedar mencari makan. Tidak tega kami merepotkan anak-anak kami." Kali ini kakek berkata sambil memegang satu tangan istrinya dan menatap matanya dalam-dalam. 

Kemesraan yang membuatku tersentuh. Cinta mereka sederhana, tapi tak lekang oleh waktu. Diam-diam, aku mengambil pelajaran dari mereka. Belajar menjadi istri yang pandai bersyukur. Mencintai kelebihan dan kekurangan pasangan kita. Berharap, menuai hasil saat tua nanti. Tetap saling mencintai dan menjaga satu sama lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar