Sabtu, 06 Mei 2017

Marina (2)

Marinaaa ....

Marinaaa ....

Perempuan itu semakin mendekat ke bibir pantai. Setelah ombak menyentuh kakinya, ia merasa ombak berputar-putar di sekitar kakinya. Dan ada magnet yang kuat menarik tubuhnya untuk semakin masuk ke laut.
Sekuat kesadaran yang ia miliki untuk berusaha menolak. Kekuatan itu seperti semakin kuat membelit tubuhnya.
Dan suara itu ... Ia tidak kuasa untuk menghentikan ketertarikannya.

Akhirnya, air laut semakin jauh menyeretnya.
Setelah sepenuhnya tenggelam, Marina seperti tersadar dari hipnotis.
Terlambat, ia sudah semakin ke tengah laut. Gelagapan, tangan Marina menggapai-gapai ke atas. Ia berusaha untuk tidak tenggelam dan berenang. Tapi, seperti ada arus kuat yang menyeretnya masuk ke dalam dan menenggelamkannya.
Marina berteriak-teriak meminta tolong, sebelum akhirnya kelelahan lalu tenggelam.

Di sisi lain, saat ia baru separuh tenggelam tadi. Beberapa nelayan ada yang memergoki tindakannya. Mereka berteriak-teriak mencoba memperingatkan Marina untuk kembali ke  pantai. Tapi jarak yang cukup jauh membuat suara mereka tidak cukup terdengar. Apalagi, perempuan itu seperti orang yang tersihir oleh lautan.
Akhirnya mereka panik saat melihat Marina terseret ombak.
Mereka langsung berteriak-teriak ke penjuru pantai, mencoba mencari bantuan dan mencari keluarganya.

Sementara itu, Suami dan anak-anak Marina yang ada di penginapan mulai cemas, saat istri dan mamanya pergi dan sanpai magrib belum juga kembali.
Lalu mereka memutuskan keluar, mencari keberadaan Marina. Sesaat kemudian, terjadi kehebohan di pantai. Ada kabar, seorang perempuan bunuh diri dengan menyeburkan diri ke laut.

Hati Bara, suami Marina pun terasa tidak enak, hatinya sesak, dan Ia mulai panik. Maka dicarinya berita tentang perempuan itu. Bagaimana ciri-cirinya.
Ketakutan menjalari seluruh tubuhnya, akan menjadi penyesalan yang tak terkira jika perempuan itu adalah Istrinya.

Lalu, dia memanggil-manggil orang yang sangat ia cintai itu. Sementara, anak-anaknya menangis ketakutan dan ikut memanggil-manggil mamanya. Mereka, merasakan kepanikan Ayahnya.

"Marinaaa ... Marina di mana, kamu!"

"Mamaaa! Mamaaa!"

Disepanjang jalan yang mereka lalui, dipanggil-panggilnya nama Marina. Dan tak lupa menanyakan kepada siapa saja,  orang yang ditemuinya.
Hingga akhirnya Bara pasrah setelah pagi hampir menjelang. Dia melaporkan istrinya yang hilang. Agar  mendapatkan bantuan dari polisi dan tim SAR. Meskipun baru bisa dilakukan keesokan harinya.

Jauh di tengah laut, Marina merasakan sakit sekali. Dada dan tubuhnya terasa sesak dan panas. Seperti dihimpit batu besar. Atau seperti diremas-remas sampai hampir gepeng. Sepertinya, air laut sudah banyak yang masuk ke tubuhnya, ia kini hampir pingsan.
Terlihat bayangan wajah Mas Bara, suaminya yang memandang penuh cinta. Memerhatikannya saat ia sakit, memasak, juga menyuapinya.
Lalu berganti bayangan anak-anak yang memanggil-manggil namanya, ingin dimanja dan diperhatikan.
Senyum polos mereka.
Marina merasa, inilah saatnya ia akan mati. Matanya masih terpejam, sejak tenggelam tadi.
Kini ia siap jika akhirnya ajalnya sampai di sini.
"Maafkan aku, Mas Bara. Maafkan mama, anak-anakku sayang."
Saat-saat terakhir, seperti ada suara disamping telinganya, suara yang sama dengan yang memanggilnya tadi.

"Lupakan udara, lupakan semua tentang udara.
Marina! Jangan mengingat bernapas. Lepaskan, pasrah ... pasrah!"
Marina berusaha membuka matanya, samar ia melihat sosok di sampingnya. Kali ini, makhluk itu memegang pergelangan tangannya.
"Pasrah, aku bilang!" Suara itu terdengar membentak dan memaksa untuk menaatinya. Dan ia pun akhirnya menurutinya, pasrah.
Lalu keanehan terjadi. Tubuhnya tiba-tiba berangsur membaik. Rasa sakit, panas, dan sesak di dada juga seluruh tubuhnya lenyap. Bahkan air laut seperti masuk secara keseluruhan tubuhnya.
Ia merasakan tubuhnya menjadi dingin dan ringan. Serasa tak percaya, Marina menoleh ke sosok penolongnya. Yang masih memegang tangannya.

"Siapa, kamu?" Ia seperti tersadar, sosok itu separuh manusia dan separuhnya seperti baju selam. Akan tetapi menyatu dan ujungnya bagaikan ekor. Tepatnya, seperti ekor anjing laut.

"Hahaha. Syukurlah kamu masih hidup, kau sulit sekali diajak berkomunikasi. Dasar makhluk udara." Ia tertawa, tapi Marina tidak melihat mulutnya terbuka. Sangat mengherankan, tapi ia bisa berbicara dan mendengar dengan jelas.
Seperti layaknya berbicara di udara.

"Kamu berpikir kalau aku makhluk aneh?  Kamulah yang aneh. Tubuhmu terbelah begitu," sambungnya sambil melihat kaki Marina.

"Apa lagi ini, kau pikir aku putri duyung? Heiii! Aku laki-laki, masak kau sebut aku, putri. Pemikiran makhluk udara selalu aneh begitu." Makhluk itu terdengar tertawa lagi.

Terkejut, Marina mendelik. Ia merasa tidak enak hati karena makhluk itu bisa membaca pikirannya. Lagi pula, kenapa dia selalu tertawa.

"Kalau begitu, pasti ini mimpi," Marina bergumam sambil mencubit pipinya.

#### bersambung ####

Tidak ada komentar:

Posting Komentar