Rabu, 03 Mei 2017

Nilai Mahar

Pengajian rutin ibu-ibu PKK Kampung Bunga kali ini, dipenuhi jamaah. Mungkin karena ada penceramah tersohor yang diundang oleh tuan rumah. Pemilik hajat adalah seorang dermawan kaya di Kampung Bunga. Acara pengajian diselenggarakan bertepatan dengan peringatan Isra mikraj.
Pinkan datang terlambat, karena masih harus menyusui anaknya sebelum berangkat. Ia bergegas mencari kursi kosong yang masih tersedia. Dan ternyata hanya  tersisa beberapa kursi di deret belakang.

"Permisi ... permisiii ...." Ibu beranak dua itu melewati beberapa orang yang telah duduk terlebih dulu di pinggir deretan paling belakang. Kemudian, ia duduk di sebelah para ibu muda lain yang terlihat modis, mereka mengenakan gamis dan hijab yang serasi. Cantik-cantik dan berbau harum. Pinkan, diam-diam mendengarkan mereka berceloteh. Bukan tidak kenal atau pun minder pada mereka karena keteknya cuma bau bedak bayi milik anaknya. Tapi karena lebih asyik mendengarkan mereka ngobrol daripada ikut bergabung. Iseng saja, sambil menunggu acara yang belum juga dimulai.
Semua jamaah pun melakukan hal yang sama. Ada yang berdiam diri, ada yang memainkan ponsel, dan ada yang mengobrol satu dengan yang lain. Penceramahnya terlambat satu jam dari yang dijadwalkan. Begitu pengumuman dari panitia acara kepada jamaah yang hadir.

"Eh, dulu waktu kamu nikah. Maharnya apa sih?" Salah satu dari mereka bertanya kepada teman-teman di sebelahnya. Setelah berganti-ganti topik pembicaraan.
"Aku sih, cuma seperangkat perhiasan." Sahut ibu muda yang berhijab merah dengan bros besar di pundaknya. Yang mendengarnya pun menbelalakkan mata dan berdecak kagum.
"Kalau aku, uang yang besarnya sesuai dengan tanggal pernikahan. Biar selalu ingat tanggal pernikahan kami, gitu." Sahut yang lain, lalu ditimpali pertanyaan lanjutan. Mulai dari yang bertanya berapa, kenapa, dan sebagainya.
"Waaah, pada matre ya. Kalau aku, cuma minta seperangkat alat sholat saja." Celetuk seorang yang berdandan paling lengkap dan lebih tebal diantara mereka. Usianya menjadi terlihat lebih tua dari yang lain. Walau umur mereka tidak terpaut jauh.

Mendadak, suasana menjadi senyap sejenak. Mungkin mereka tersinggung atau cuma terkejut dengan perkataan ibu muda yang mukanya sedikit judes dengan bibirnya berbentuk kerucut.
"Bukan apa-apa ya, menurut pak ustaz nih, wanita yang baik tuh yang paling ringan maharnya." Sambungnya bangga. Seolah-olah dialah yang paling baik dan benar di antara teman-temannya. Padahal, ia itu karena tidak mampu.

Pembicaraan menjadi tidak senyaman tadi. Lalu, mereka seperti orang-orang yang salah tingkah. Memaksakan diri berbasa basi untuk mencairkan suasana. Tapi suasana sudah tidak sama lagi.
Pinkan meneguk air kemasan di dalam gelas, jatah dari panitia acara. Entah mengapa, mereka yang ngobrol tak henti-henti tapi ia yang merasa haus.

Akhirnya, acara dimulai juga. Meski sudah terlambat satu jam dari satu jam yang diperkirakan panitia. Semua terlihat lega.
Tapi baru sebentar ceramah dimulai, anak sulung Pinkan datang mengabarkan kalau adik bayinya rewel. Terbangun dan minta nenen.
Terpaksa, ia pamit untuk pulang terlebih dulu pada sekumpulan ibu-ibu yang kini terlihat kaku. Kecantikannya turun satu strip karena masing-masing bibirnya monyong satu senti.

Ada yang terlihat masih sibuk berbisik-bisik, menggunjing ibu muda berbibir kerucut. Leluasa karena tempat duduknya terpisah dua kursi. Masih tidak terima dikatakan matre,  mereka bergosip. Karena tahu, yang mengejek mereka sering memaksa suaminya untuk memberi nafkah yang lebih dari kemampuan suaminya. Hanya untuk membeli barang kebutuhan yang persis sama dengan tetangganya, meski ia tidak membutuhkannya.

Sambil menggandeng anaknya pulang, perempuan sederhana itu merenungkan peristiwa tadi.
Seandainya, mahar yang diminta hanya seperangkat alat sholat, tapi calonnya pada saat itu seorang yang miskin. Apakah hal itu tidak memberatkan, ya? Sementara, yang meminta mahar seperangkat perhiasan emas atau sejumlah uang kepada calonnya yang kebetulan saudagar kaya atau orang mampu. Apakah itu disebut memberatkan laki-laki calon suaminya?

Malam semakin larut, suara penceramah masih terdengar sampai ke rumah warga sekitar rumah Pak Haji Sobrun.
Sesampainya di rumah, dilihatnya bayi mungil berusia 14 bulan itu telah tertidur dalam dekapan suami tercinta yang juga terlelap. Teringat mahar yang dipinta darinya. Hafalan satu surat al-quran, tapi saat itu suaminya keberatan. Lalu mahar pun diganti dengan uang satu juta rupiah.
Dan ternyata, justru hal itu lebih meringankan calon suaminya.
Lalu dengan mahar itu, Pinkan sedekahkan kembali pada suaminya, buat tambahan ongkos mengontrak rumah. Berusaha memulai hidup baru tanpa merepotkan orangtua.

Dengan penuh kasih, dipindahkannya bayinya di tempat yang lebih nyaman. Menidurkan anak sulungnya dan menyelimuti suami tercinta.
"Selamat malam sayang, semoga Allah selalu melindungi keluarga kecil kita," bisiknya.

#### Tamat ####

Tidak ada komentar:

Posting Komentar