Minggu, 29 Oktober 2017

Hatiku Musuhku

Semalam adalah my bad day. Belum pernah aku ribut besar seperti kemarin, dengan suamiku. Aku cemburu, karena dia lebih mementingkan kakaknya di saat aku juga membutuhkan perhatian. Bukan hanya sekali aku memendam rasa sebalku, sehingga saat tak kuasa menahannya lagi, masalah itu pun membuatku meledak. Bagaimana tidak jengkel, kakaknya meminta diantar berbelanja sementara di rumah anaknya sakit. Sedang  butuh perhatian, tapi dia tega meninggalkannya.

Pagi ini, aku sengaja membiarkannya menyiapkan segala keperluan kantornya sendiri. Namun, makan pagi dan teh hangat sudah tersedia sejak dia belum terbangun.
Aku pura-pura kembali tidur, merajuk. Dia paham dengan sikapku, tapi membiarkannya. Bahkan kecupan hangat sebelum berangkat ke kantor, tidak dia lakukan. Sambil memejamkan mata, hatiku gondok sekali.

Setelah suara mobilnya berlalu, aku membuka mata. Lalu menangis sejadi-jadinya. Beruntung, anakku masih terlelap karena semalaman tak bisa tidur nyenyak. Dengan rasa tak karuan, iseng aku membuka FB di gawai putih milikku.
Sebuah permintaan pertemanan baru, muncul dari sebuah nama yang tidak asing, diingatanku ... Lucky.

Tiba-tiba dadaku berdesir, kenangan lama seperti terputar kembali di kotak memoriku Lucky adalah kakak kelas yang gigih mengejarku saat kuliah. Kami begitu akrab dan sering menghabiskan waktu bersama. Kebersamaan yang memunculkan perasaan cinta di hati kami. Di saat aku yakin, hatinya utuh hanya untukku. Tiba-tiba dia menjauh tanpa ada penjelasan.

Karena belum ada deklarasi atau pernyataan cinta yang resmi darinya, aku terlalu gengsi menanyakan alasan apa yang membuatnya menjauhiku. Sampai suatu hari, aku mendengar  dari teman seangkatannya, dia telah  bertunangan dengan teman angkatan yang sama, hanya saja dari fakultas yang berbeda. Seorang perempuan, yang kebetulan tetangga kampung denganku.

Sakit hatiku tak terkira, karena sebelum Lucky menjauh, perempuan itu mendekatiku. Tiba-tiba saja baik dan menganggap aku adiknya sendiri. Alasannya, sebagai tetangga dan kebetulan kami di satu kampus yang sama.
Kemana aku pergi, dia meminta ijin untuk mengikutiku. Sebenarnya hati ini curiga, tapi aku tepiskan saja. Siapalah saya, begitu pikirku waktu itu. Tak mungkin kakak itu memiliki niat jahat, karena dia lebih kaya dan pintar dibandingkan diriku. Ternyata, aku salah. Dia mendekatiku karena penasaran dengan perempuan pujaan hati Lucky. Dia dan Lucky telah bersahabat, jauh sebelum aku datang sebagai maba (mahasiswa baru).

Dan, terjawab sudah alasan sebenarnya setelah dia dan Lucky menjalin hubungan pertunangan. Dia ingin mengorek keterangan yang menjatuhkanku di depan Lucky, demi untuk mendapatkan hatinya. Dan dia berhasil menghasut lelaki yang kini sah menjadi miliknya itu. Pernikahan tanpa undangan untukku, dilaksanakan tiga bulan kemudian.

"Fay, aku Lucky. Masih ingatkah, padaku?"

Begitulah awal chat dia, di messengerku. Luka yang telah lama kering, kini kembali terbuka. Emosi pada suami, dan sakit hati padanya membuat berpikiran jahat. Ingin rasanya membalas dengan menggodanya terlebih dahulu, setelah itu akan aku campakkan persis seperti yang dilakukannya padaku, bertahun-tahun lalu.
Lalu, aku menulis chat balasan untuknya,

"Tentu saja, tak mungkin aku melupakan seorang yang pernah membuat hariku berbunga-bunga." (Emoticon cinta)

Tapi, aku tidak pernah mengirimkannya. Setelah anakku terbangun dan memanggil,

"Mama!"

Aku mengucapkan istighfar berkali-kali, lalu mengatakan pada diriku.

"Maafkan semua yang pernah menyakitimu, musuhmu bukanlah mereka. Tapi hatimu sendiri."

****** End ******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar