Minggu, 07 Agustus 2016

Menanti Janji


" Sudahlah, Dia tidak mungkin datang. Pulanglah bersamaku." Ferry mengulurkan tangannya. Menuntun Shofa untuk segera beranjak dari tempat ia duduk. Membawanya pulang dengan motor sportnya menembus kegelapan malam.

Sudah hari ke empat, gadis manis bermata bulat itu datang di halte yang sama. Setiap senja datang sampai rembulan menyapanya lembut.

" Haruskah aku menyerah dan menerima dia saja." kata Shofa pelan hampir berbisik, seraya memandang satu nomer pada telpon genggamnya.

Empat hari yang lalu, melalui pesan singkat. Azam berjanji untuk bertemu. Ada satu hal yang ingin ia katakan. Penasaran, Shofa membalas pesan tersebut. "Tidak bisakah melalui telpon atau sms saja?" Tulisnya. "Belajarlah bersabar, tunggu saja besok di halte depan kampus kita." Jawabnya. Sesak dada Shofa, tidak pernah Azam berkata tegas seperti itu padanya. Dan tak pernah membuatnya menunggu. Selalu mengabarkan setiap keadaan sebelum gadis itu sempat bertanya tentangnya. Sesaat kemudian, nomer itu tak lagi dapat dihubungi.

Ketika yang telah ditinggalkan kini nampak bersinar
Aku hanya bisa berkata...
Lupakah tentang kita
Tentang awal sebuah cerita
Dimulai saat sama sama
Saling mengisi dan menerima

Ferry, lelaki yang kaya. Pengusaha muda yang sangat kharismatik. Sudah beberapa bulan ini mendekati Shofa. Awalnya, pemuda itu adalah rekanan Papa yang kebetulan mampir ke rumah. Lalu mereka berkenalan. Meski tahu Shofa sedang dekat dengan Azam teman sekampusnya dulu, Ferry sama sekali tidak surut langkah untuk mendekati gadis pintar yang memang cantik dan supel itu. Apalagi, sebulan belakangan. Saat Azam pergi keluar kota memenuhi tugas dari atasannya.

Tapi sekarang
Pelan pelan kau menghilang
Menghapus semua kenangan
Melupakan janji dan semua impian

Di seberang jalan. Tepat di depan halte tempat Shofa menunggu Azam. Sesosok tubuh pemuda tinggi kurus, bermantel hitam mengawasi.
Azam, sebenarnya telah datang empat hari yang lalu. Dan setiap hari, ia datang ke tempat yang sama. Memandang dari jauh Shofa yang terlihat cemas menunggu kedatangannya. Tak tega ia melihat tubuh cantik itu menggigil kedinginan. Ingin ia dekati dan menyelumutinya dengan mantel yang dikenakannya. Tapi, diurungkan niat itu. Ferry selalu datang, menyelimuti gadis itu, dan membawanya pergi.

Sulit untuk menemui gadis pujaannya kini. Bukan karena cinta yang pupus. Bukan pula karna takut dengan persaingan yang tidak seimbang dari pengusaha muda itu. Berat baginya mengatakan kata putus. Karena cinta masih menyala di hati. Rasa cemburu, coba ia tahan saat tangan lelaki itu menyentuh tangan pujaan hatinya.
Ada alasan yang membelenggu, yang lebih baik disimpannya sendiri.

Sampai kau sengaja
Menghapus tinta tinta cinta
Yang telah ku uraikan di relung pecinta

Sehari sebelum kepulangannya, Papa Shofa menelponnya. Meminta ia putus dengan anaknya karena, lelaki tua itu baru tahu kalau Azam, lebih suka makan Beng-Beng langsung. Sedang Papanya Shofa sukanya Beng-Beng dingin.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar